Sabtu, 24 Oktober 2015

Sekilas tentang Humanitarianisme dalam Pandangan English School

Hendry Dunant dapat dikatakan sebagai salah satu tokoh penting dalam kelahiran Humanitarianisme. Beliau adalah pelopor terbentuknya The Red Cross. Ditahun 1965 di Wina dibuat 4 prinsip Humanitarianisme dalam Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Empat prinsip itu yakni: humanity, neutrality, impartiality, dan independen. Keempat prinsip ini sebagai acuan untuk melakukan aksi kemanusiaan. Pada dasarnya, Humanitarianisme adalah konsep seputar ethics dan action. Sehingga bantuan (human aid) salah satu yang terpenting apabila membahas konsep ini. Namun perlu diketahui pula perdebatan konsep humanitarianisme masih mengalami perdebatan yang sangat luas hingga sekarang. Aksi kemanusiaan (human action) dapat dilakukan oleh negara, lembaga non-pemerintah, NGO, perusahaan multinasional bahkan individu yang ingin menjadi sukarelawan, untuk membantu korban perang atau konflik, korban bencana alam, kelaparan dan lain sebagainya. Contohnya ketika negara negara Eropa membantu Indonesia dalam menangani bencana Tsunami Aceh, dengan mengirimkan bantuan medis, kebutuhan primer, hingga membantu pembangunan kembali Aceh dengan memberikan sejumlah dana. Lalu bagaimana pandangan madzab English School tentang humanitarianisme?. Sedikit penjelasan, English School muncul dan populer di Inggris sekitar 1970-an. English School hadir untuk menganalisis masyarakat internasional (society of states) dalam level internasional sebagai objek utamanya. English School merupakan teori yang sangat dinamis, dan concern tentang "justice and order" dalam masyarakat internasional. Madzhab ini juga sering disebut sebagai penghubung antara Realisme dan Liberalisme. Karena memang English School hadir sebagai reaksi mengkritik dan memberikan pandangan berbeda dari kedua perspektif tersebut. Lalu dimana posisi English School dalam memahami Humanitarianisme?. Pada intinya English School memiliki mimpi yang tinggi tentang Humanitarianisme. Dengan kata lain, English School mendukung prinsip dan pandangan Humanitarianisme. Tetapi dalam pengaplikasiannya, English School belum memberikan pergerakan yang signifikan. Hal ini bukan tanpa alasan, adanya pemikiran English School tentang Pluralis dan Solidaris memberikan pandangan lain tentang Humanitarianisme. Pemikiran pluralis menganggap negara adalah aktor penting dalam mengurusi urusan budaya dan politiknya, dan hukum (law) menjadi dasar penting. Komunitas internasional tidak boleh mencampuri secara detail urusan dalam negeri suatu negara termasuk penanganan aksi kemanusiaan. Berbeda dengan pemikiran Solidaris yang lebih normatif. Barry Buzan (2004) mengatakan 'Karena solidaris menyatukan aktor negara dan non-negara dan mengarah pada ide kosmopolitan yang mengarah pada hak-hak individual dan aktivitas kemanusiaan. Solidaris mengaburkan batas antara aktor negara dan komunitas non-negara. Baik Pluralis dan Solidaris berada dibawah payung yang sama English School walaupun terdapat perbedaan pandangan terkait isu kemanusiaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar