Tulisan ini merupakan Tugas Makalah pada Mata Kuliah Resolusi Konflik (Program Studi S1 Ilmu Hubungan Internasional UMY)
PENDAHULUAN
Ancaman
merupakan suatu hal yang wajar dan banyak di dapati di berbagai Negara di
dunia, baik itu internal maupun eksternal. Untuk kawasan yang memiliki tingkat
pluralitas tinggi ancaman internal di kawasan itu sendiri tidak jauh dari
munculnya gerakan separatisme. Terorisme serta pemberontakan. Penyebab
separatisme biasanya karena faktor politik, dimana tujuan politik tersebut
tidak lain adalah pemisahan diri atau kemerdekaan bagi kawasannya. Perbedaan
kelas dan juga suku atau identitas-identitas kebudayaan serta agama kadangkala
digunakan sebagai tempat bersembunyi. Pemberontakan adalah salah satu dari
banyak bahan terciptanya separatisme. Tahapan awal biasanya dimulai dengan munculnya
gerakan politik. Kemudian mencapai tahapan pemberontakan atau fase konflik
kekerasan. Untuk pemberontakan sendiri terbagi dalam tiga kategori. Pertama,
tahap pemusuhan tingkat rendah yang sebagai contohnya adalah pemberontakan suku
Kurdi di Turki. Kedua, permusuhan tingkat tinggi seperti dalam kasus Palestina
yang telah sampai pada rencana pembunuhan presiden Yasser Arafat dan
tokoh-tokoh HAMAS. Ketiga, yaitu campuran antara konflik dan perundingan atau talk-fight. Kasus di Karen Myanmar, Moro
Filipina dan Pattani Thailand Selatan dapat dikategorikan dalam kategori ini.
Dapat dilihat bahwa mereka tengah berada pada masa transisi dari konflik
kekerasan menuju meja perundingan. Entah dengan hasil yang positif atau
negatif.
Terdapat
empat faktor yang melatarbelakangi kemunculan konflik etnis seperti
separatisme. Diantaranya adalah :
- Adanya
Negara dengan karakter satu etnis
saja atau mono-ethnic
- Asimilasi
dan sentralisasikarakter melalui upaya penetrasi Negara
- Pergeseran
kesadaran umum
- Elit
yang mencari legitimasi[1]
Brown
(1988) dalam bukunya menjelaskan tentang beberapa perspektif yang dapat
digunakan untuk memahami konflik etnis. Konflik etnis akan rentan terjadi pada
Negara baru terlebih jika Negara tersebut merupakan Negara bekas jajahan rezim
colonial yang kuat. Perspektif yang lain terfokus pada aktifitas upaya
manipulatif para etnis minoritas yang berusaha untuk mempromosikan kepentingan
individunya sendiri dengan cara menonjolkan sisi etnisitasnya. Gerakan
separatisme muncul dalam komplikasi situasi dan kondisi tertentu, sehingga
perlu dilihat lebih jauh lagi kondisi seperti apa yang secara eksklusif
menyebabkan kemunculan gerakan atau kelompok separatisme. Brown juga mengatakan
bahwa separatisme merupakan pemberontakan yang komunal yang pemberontakan
tersebut terjadi pada etnis minoritas.
Terkait
dengan separatisme, di negeri gajah putih juga terjadi gerakan separatisme
tepatnya di wilayah Pattani, Thailand Selatan. Yang mana pemerintah Thailand
mengupayakan asimilasi, menetapkan Thai-Budha sebagai satu kebudayaan nasional.
Masyarakat Pattani yang notabennya merupakan masyarakat Melayu-Islam juga harus
menerapkan kebijakan tersebut. Jika dibandingkan dengan masyarakat Thai-Budha
atau Thai-Cina, masyarakat Melayu-Islam tidak mendapatkan pendidikan formal
yang baik. Mereka juga tidak memiliki elit yang merepresentasikan suara
masyarakat Thai-Islam. gerakan separatisme di Thailand muncul pada sekitar
tahun 1970, seperti PULO (Pattani United Liberation Organization), BNPP, dan
BRN. Separatisme di Pattani sendiri khususnya mendapatkan dukungan dari Negara
Timur Tengah dan juga Negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Yang mana penjelasan mendalam mengenai konflik separatisme di Pattani, Thailand
Selatan akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
Sejak Negara ini berdiri, Negara ini
tidak pernah dijajah oleh bangsa kolonial manapun. Oleh karena itu, Negara ini
dinamakan “Thailand” yang artinya negeri orang merdeka. Secara astronomis
Negara ini terletak antara 5°32ʹ LU- 20°28ʹLU dan 97°21ʹBT - 106°BT. Batas-batas
geografis Thailand yaitu sebelah utara berbatasan dengan Myanmar dan Laos,
sebelah selatan berbatasan dengan Negara Malaysia dan Teluk Siam, sebelah barat
berbatasan dengan Myanmar dan laut Andaman, dan sebelah timur berbatasan dengan
Negara Laos dan Kamboja.
Thailand
atau yang biasa disebut Muang Thai merupakan salah satu Negara Asia tenggara
yang secara resmi tidak pernah dijajah oleh Negara lain. Sistem kerajaan
(Monarki) tetap berlangsung atau bertahan sampai saat ini karena sistem ini
mapu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman modern. Misalnya pembatasan
kekuasaan absolut raja dengan memberlakukan konstitusi Thailand (sejak 1932).
Agama resmi kerajaan adalah agama Buddha. Sekalipun secara resmi hukum yang
berlaku adalah adaptasi dari hukum sipil Eropa yang sekuler, agama Buddha telah
mempengaruhi keseluruhan perilaku kehidupan masyarakat Thai, khususnya dalam
bidang pendidikan, hukum personal, dan dalam upacara-upacara resmi kerajaan.
Vihara dan patung-patung Sidharta Buddha Gautama dan berbagai aksesoris ritual
agama Buddha Teravada ditemukan dimana-mana.
Umat
Islam secara demografis jumlahnya cukup kecil, tetapi menjadi begitu penting
karena beberapa provinsi di wilayah Selatan Thailand yang berbatasan dengan
Malaysia beragama Islam dan memiliki Radikalisme tinggi dan bahkan semangat
separatisme yaitu memisahkan diri dari Thailand. Membicarakan Islam di
Thailand, tidak mungkin tanpa sebelumnya membicarakan Kerajaan Patani, karena
keberadaan Islam diawali atau bermula sejak munculnya Kerajaan Patani. Sejarah
Islam di Thailand khususnya di kawasan Selatan Thailand, pada saat Thailand
masih bernama kerajaan Siam, tepatnya dibawah kekuasaan dinasti Ayutthaya
(1350-1767). Saat itu kawasan Selatan Thailand masih berada dalam naungan
Kerajaan Melayu Muslim yaitu Kerajaan Muslim Patani. Raja Muslim Patani yang
pertama adalah Ismailsyah. Pada tahun 1603 Kerajaan Ayutthaya menyerang
Pattani, tetapi bisa digagalkan oleh tentara kerajaan Pattani. Namun, setelah
berperang selama hampir setengah abad, dan memasuki abad ke -19 akhirnya Patani
dikalahkan kembali oleh Siam. Hal ini didukung oleh Kolonial Inggris yang mana
pada tahun 1909 mengakui daerah-daerah Selatan itu sebagai bagian dari kawasan
Kerajaan Siam. Pada tahun yang sama juga, Inggris dan Siam menandatangani
perjanjian yang berisi pengakuan Inggris terhadap kekuasaan Siam di Patani.
Dalam perjanjian itu dijelaskan secara tegas mengenai batas wilayah Kerajaan
Siam dan Semenanjung Melayu. Dan garis batas yang disepakati dalam perjanjian
tersebut sekarang menjadi daerah batas antara Negara Malaysia dan Thailand.
Pada saat Pattani dikuasai oleh kerajaan Siam, menginginkan kerajaan Pattani
dihapus pada tahun 1873 M, namun banyak yang memberontak. Akan tetapi, Kerajaan
Siam tidak menggubris dan justru mulai membagi-bagi wilayah kerajaan Pattani
menjadi beberapa unit kerajaan dengan nama Bariwen. Unit-unit kerajaan itu
adalah Pattani, Narathiwat, Yala, Saeburi, dan Setul. Pada tahun 1909 M,
Inggris mengakui daerah-daerah selatan itu sebagai bagian dari kawasan kerajaan
Siam. Pada tahun 1939 M, kerajaan Siam berubah menjadi Muang thai (Thailand).
Bahasa
Siam menjadi bahasa kebangsaan di Thailand dan juga berlaku untuk kawasan
selatan Thailand yang sudah akrab dengan bahasa Melayu. Huruf-huruf Arab Melayu
dilarang penggunaannya di sekolah-sekolah dan di kantor pemerintahan. Semua
diganti dengan huruf Siam yang berasal dari Palawa. Semenjak dihapusnya Muslim
Pattani oleh kerajaan Siam, wilayah Selatan Thailand selalu rawan konflik.
Kerajaan Melayu Pattani mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan
raja-raja perempuan (1584-1624). Pada masa itu Patani telah muncul sebagai
pusat perdagangan. Ijzerman, seorang pedagang Belanda menyatakan bahwa Patani
adalah “pintu masuk” ke wilayah Cina selatan. Namun, Kerajaan Patani mengalami
kemerosotan, disebabkan oleh konflik perebutan kekuasaan antara sesama pewaris
kerajaan. Intensitas perang saudara yang kerap terjadi menyebabkan situasi
keamanan tidak terjamin sehingga Patani tidak lagi menjadi tumpuan pedagang.
Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-18. Phraya Chakri, Raja Siam yang baru
saja mengalahkan Burma di Ayuthia, menyerang dan menundukkan Patani pada 1785.
Dalam peperangan ini, Sultan Muhammad, penguasa Patani pada waktu itu beserta
ribuan rakyatnya telah syahid dan lainnya ditawan dan dibawa ke Bangkok.
Kemudian, Tengku Lamidin, raja Bendang Badan, dilantik oleh Siam sebagai Raja
Patani yang baru. akan tetapi, pada 1791, Tengku Lamidin dibantu oleh Raja
Annam yang beragama Islam, Okphaya Cho So, dan Syekh Abdul Kamal berbalik
melawan Siam. Namun, pemberontakan ini gagal. Kemudian, pihak Siam melantik
Datok Pengkalan sebagai raja Patani yang baru. Namun ternyata Datuk Pengkalan
juga memberontak melawan Siam pada tahun 1808, meskipun pemberontakan ini juga
mengalami kegagalan.[2]
Setelah
itu Kerajaan Patani berada di bawah kendali kekuasaan Siam, meskipun Kerajaan
Patani masih diberi otonomi untuk mengurus pemerintahannya sendiri.
Kebijakan-kebijakan pemerintah Thailand yang merugikan pada masyarakat Muslim
inilah yang menimbulkan keinginan untuk memisahkan diri dari Thailand, kemudian
muncullah gerakan-gerakan yang mengusung Separatisme di wilayah Thailand
Selatan terutama Patani. Perlawanan yang terdapat di Patani tersebut
diantaranya Pattani United Liberation Organization (PULO), gerakan Mujahidin
Islam Pattani (GMIP), Barisan Revolusi Nasional/Coordinate (BRN/C), dan Gerakan
Rakyat Patani (GRP) yang didirikan oleh Haji Sulong. Gerakan tersebut merupakan
gerakan separatis yang mengusung Separatis Thai - Muslim. sejak akhir tahun
1960-an, masyarakat Islam Patani kembali bangkit untuk menuntut hak-haknya.
Banyak faktor yang mendukung gerakan perlawanan Patani, antara lain perlakuan
internal pemerintah pusat di Bangkok yang dirasakan kurang aspiratif dan
akmomodatif; pengaruh dari semangat perjuangan Komunis di Indo-China;gerilya
komunis di pedalaman utara Malaysia seluruhnya seakan memotivasi umat Islam
Patani untuk bangkit. Keinginan Muslim melayu untuk bebas dari kekuasaaan
Thailand sudah berlangsung sangat lama. Bahkan permusuhan antara Muslim Patani
di wilayah Selatan Thailand dengan masyarakat Buddha-Siam sudah berlangsung
selama ratusan tahun, atau sejak terbentuknya masyarakat Islam Patani. Muslim
di Thailand Selatan sebagian besar etnis Melayu dan berbahasa Melayu bukan
Thailand. Dan dulunya mereka pernah menjadi bagian dari Kesultanan independen
Patani, yang kini termini dari provinsi Patani, Yala, Narathiwat, dan bagian
barat Songkhla, yang berkembang mulai tahun 1390 sampai 1902.
PEMBAHASAN: ESKALASI KONFLIK
Struktural
Bagi
sebagian orang awam, konflik di Thailand
Selatan ini kerap dipandang sebagai konflik agama semata antara muslim Melayu
di Thailand Selatan melawan orang Thai Buddha yang mendominasi pemerintahan
pusat Thailand. Namun sebenarnya ada begitu banyak faktor yang menyebabkan
konflik ini timbul dimana selain perbedaan agama, faktor-faktor seperti
kesenjangan sosial dan tindakan kasar aparat keamanan juga turut berperan.
Selebihnya, konflik di Thailand Selatan ini mengakibatkan ribuan orang tewas
dan kerugian material yang tidak main-main. Dan tentunya, jumlah tersebut bisa
bertambah kedepannya jika kita lihat sekarang masih berlangsungnya konflik ini.
Pasca runtuhnya kerajaan Melayu Patani, kehidupan Muslim Melayu Patani
mengalami keterpurukan dan ketidakadilan. Akibat dari perbedaan agama maupun
sosial budaya menimbulkan konflik di Negara tersebut terutama di bagian Patani.
Awal mula terjadinya konflik antara Umat Muslim di Patani dengan aparat
pemerintah Thailand disebabkan karena kebijakan-kebijakan pemerintah Thailand
yang merugikan pada masyarakat Muslim yang ada di wilayah Selatan
Thailand. Salah satunya Pada tahun 1921,
UU wajib belajar pendidikan dasar mewajibkan semua anak untuk masuk sekolah
dasar negeri selama empat tahun untuk belajar bahasa Thailand. Disekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan
kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran
Budha. Pada saat-saat tertentu, anak-anak sekolah pun harus menyanyikan
lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembahan
Budha. Selain itu, orang-orang Islam tidak diperbolehkan mempunyai partai
politik yang berasas Islam, bahkan segala organisasi harus berasaskan
kebangsaan. Budaya masyarakat Muslim Thailand sangat kental dengan budaya Melayu. Karena
memang rumpun Melayu-lah yang paling menonjol dalam perjalanan panjang sejarah
Muslim Thailand sejak abad ke-13. Hal yang membuat masyarakat Thailand Selatan
semakin geram terhadap pemerintah ialah Muslim Melayu dipaksa untuk
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai budaya Buddha Thailand. Gambar Buddha
ditempatkan di semua sekolah umum dan anak anak Muslim Melayu diminta untuk
membungkuk di depan mereka untuk menunjukkan loyalitas mereka sebagai warga
Negara. Muslim Melayu dilarang memakai pakaian tradisional di depan umum dan
dipaksa untuk mengadopsi nama Thai sebagai prasyarat untuk bekerja dalam
pemerintah.
Sebagai
wujud ketidakpuasan masyarakat Melayu Patani atas perlakuan kerajaan Siam telah
terjadi beberapa pemberontakan, pemberontakan yang kecil maupun yang besar. Hal
ini diakibatkan pemaksaaan Akta Pelajaran 1921, yang memaksa anak-anak Melayu
Patani memasuki Pendidikan Kebangsaan Siam yang menggunakan bahasa Siam. Pada
masa pemerintahan Pibul Songgram, dilancarkan program Rathaniyom. Yaitu suatu program yang didasarkan ultra-Nasionalisme
Siam. Program ini tujuannya adalah membentuk Negara Siam Sejati yaitu
berdasarkan satu agama, bangsa, bahasa, dan kebudayaan Siam. Seluruh program
ini dituangkan dalam tujuh dekrit. Pada masa ini jugalah ditukar istilah Siam
menjadi Thailand. Bagi Masyarakat Melayu Patani, program Rathaniyom 1939 adalah
malapetaka besar, karena pada saat itu tidak lagi dibenarkan menggunakan nama
Melayu, berpakaian Melayu, berbicara dan menulis dalam bahasa Melayu, bahkan mempelajari
agama Islam, pada saat itulah syariat Islam dan hukum adat tidak diakomodir
dalam sistem hukum formal, yang mana hal yang berkaitan dengan perkawinan dan
harta pusaka harus berdasarkan undang-undang sipil, bukan berdasarkan syari’at.
Tindakan selanjutnya yang dilakukan pemerintah yaitu pemerintah hanya hanya
mengakui dan memberikan kesempatan pada lulusan Sekolah Pemerintah atau lulusan
Pondok yang telah dimordenisasi (mengalami proses Thailandisasi). Akibatnya,
banyak pondok yang bertahan dengan gaya dan kurikulum serta pendekatan lama
yang ditinggalkan santri dan akhirnya bubar.
Dari
sudut pandang pemerintah pusat di Bangkok, kebijakan ini cukup berhasil
mengiring orang Patani menjadi orang Thai (menumbuhkan rasa Nasionalisme).
Namun, bagi rakyat Patani sendiri kebijakan ini membuat kesenjangan yang
semakin menjauhkan antara para alumni pendidikan modern dengan masyarakat
Patani yang tetap berada pada jalur tradisionalnya. Para alumni pendidikan
modern menjadi terjauhkan dan tersisihkan dari masyarakatnya sendiri. Sejak
politik minoritas Melayu, ketidakadilan dan kesenjangan yang diterima
masyarakat Patani, telah memberikan latar belakang dan memunculkan sejarah
konflik kekerasan yang terjadi di wilayah Selatan. Yang mana sejak konflik ini
berlangsung pemerintah Thailand mengandalkan kekuatan Militer untuk menghadapi
pemberontakan-pemberontakan yang ada di wilayah Selatan. Banyak warga Muslim
yang disiksa, diculik dan dibunuh. Militer-pun bertindak dibawah undang-undang
darurat dan undang-undang khusus lain, sehingga mereka lepas dari sanksi hukum
dan korban yang berjatuhan 90 persen ialah warga sipil Patani.
Akselerasi
Pada
faktor pemercepat konflik ini, penulis akan memaparkan bahwa salah satu faktor
yang menjadikan konflik di Thailand dengan waktu yang singkat merambah adalah
dikarenakan pada mulanya muslim Pattani merupakn minoritas di Thailand. Sejarah
kelompok masyarakat muslim telah ada sejak awal berdirinya negara Thailand dan
memiliki peran penting dalam masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya
muangthai dikenal secara luas sebagai negara yang mengalami perkembangan yang
sangat cepat dibidang ekonomi sosial-budaya. Sementara itu, komunitas muslim
merupakan komunitas minoritas yang secara umum dianggap salah satu yang paling
konservatif dan tradisional dari masyarakat Thai sehubungan dengan
lingkungannya yang sedang mengalami perubahan. Untuk itu religio kultural
merupakan identitas yang paling penting dalam jaringan hubungan umat islam dan
budha di Thailand. Karena perkembangan dan dinamisasi masyarakat muslim
Thailand banyak diwarnai oleh masalah tersebut.
Islam
sebagai agama minoritas banyak mendapat tekanan dari pemerintah dan masyarakat
secara mayoritas beragama Buddha sebanyak 70 %. Jumlah penduduk muslim sebanyak
6.326.732 (12 % persen dari total penduduk Thailand ) jiwa, yang berdomisili di
Pattani, Yala, Narathiwat, Satun, Songkhla sebesar 80 % di wilayah ini.
Faktor
lain yang menyebabkan pemercepat konflik adalah karena di bunuhnya seorang
tokoh ulama di Pattani yang bernama Haji Sulong, beliau adalah salah satu
pelopor perjuangan muslim patani untuk mendaptkan kemerdekaannya melalui jalur
separatisme.
Haji
Sulong lahir 1895 Pada 3 April 1947. Golongan patani Raya yang dipimpin
oleh haji Sulong mengajukan undang2 undang ototomi untuk Pattani kepada
Pemerintah Thai. Namun pemerintah Thai tidak bersedia merundingkan perosaalan
daerah otonom. Pemenuhan tuntutan golongan Melayu Muslim dikhawatirkan akan
memunculkan tuntutan serupa di berbagai minoritas etnik di Thailand. Keengganan
pihak pemerintah untuk berunding menimbulkan haji Sulong adan para pendukungnya
melakukan tekanan yang lebih besar dengan cara mengancam dan memboikot
pemilihan umum yang direncanakan akan dilakukan pada akhir Jamuari 1948. Haji
sulong daan rekan-rekannya ditangkap pada 16 januari 1948 dengan tujuan sedang
mempersiapkan dan berkonplot untuk merubah pemerintahan kerajaan yang
tradisional, serta mengancam kedaulatan dan keamanan nasional. Haji sulong
dipenjarakan selama 4 tahun, setelah keluar dari tahanan penjara dia mengajar
di berbagai pengajian dan medrasad dipattani selama 2 tahun. Seltelah itu Ketua
penyiasat polisi Thai mengundang haji SUlong bersama 3 kawan nya untuk datang
di kantor di Senggro (Songkhlaa). Setelah pertemuan itu haji Sulong dan
kawannya tidak kembali dan tidak diketahui keberadaannya. Diketahui Haji Sulong
telah ditanggkap kembali tanpa Undang undang setelah mereka mendandatangani
berkas kepulangan ke Patani kemudian di bunuh dan di buang ke pulau Tikus atau
Samila Beach. Sejak pembuhuhan yang terjadi kepada haji Sulong, perjuangan
diteruskan kepda generasi mudha patani, dan mulai muncullah semangan untuk
pembebasan patani yang ditandai dengan muncul2nya organisasi pembebasan patani.
Trigger
Sejak
kekalahan yang dialami oleh kerajaan Pattani yang ditandai dengan penggabungan
Pattani kedalam wilayah Thailand, orang-orang muslim menyebar ke seluruh
provinsi di Thailand termasuk Bangkok. Akibat menyebaran ini terjadilah
percampuran antara orang-orang muslim dengan etnis Thai asli. Asimilasi kebudayaan
atau percampuran budaya dan etnik inilah, kemudian mulai memunculkan
permasalahan yang menjadikan pemicu konflik. Apalagi Islam yang memiliki posisi
sebagai agama yang minoritas mendapatan bergagai macam tekanan diri pemerintah
dan masyarakat setempat yang mayoritas adalah dengan agama Budha. Sedangkan
orang melayu adalah etnik mayoritas dikalangan muslim, etnis yang lainnya
adalah haw, jawa, sam-sam,
bawean, pathan, punjab, tamil, bengali, islam dan lainnya. Sebenarnya
masyarakat muslim melayu di Thailand kuat secara politik karena mereka
berdekatan dengan Malaysia dan tetap memiliki budaya melayu, namun kembali lagi
apabila dibandingan dengan masyarakat Thailand sendiri muslim tetaplah menyadi
masyarakat kelas dua atau minoritas
Pemerintah
membuat kebijakan yang peo Budha, dimana semua unsur agama buda dimasukan dalam
sendi-sebdi kehidupan, seperti dalam kurikulum pendidikan, pekerjaan dll.
Masyarakat muslim mendapat diskriminasi. Kebijakan Siamisasi ini menurut hemat
penulis menyebankan munculnya gerakan pembebasan untuk mencapai kemerdekaan
Pattani, yang kemudian memicu konflik semakin pelik. Organisasi-organisasi
pembebasan tersebut tersebut antara lain
:
1. Barisan
Revolusi Nasional
Ustad
Haji Abdul Karim Hassan, seorang guru di distrik Ruso Narathiwat adalah seorang
pendiri gerakan Barisan Revolusi Nasional pada tahun 1960-an. Gagasannya adalah
revolusi sistem pendidikan pemerintah karena ia merasa kebijakan pemerintah di
bidang pendidikan yang memaksa pendidikan agama Budha dan bahasa Thai kepada
komunitas Muslim sangat dirasa menciderai nilai nilai penghormatan terhadap
agama lain yaitu Islam.
Gerakan
BRN lebih kepada organisasi politik, dimana mereka masuk melalui sekolah
sekolah agama daripada kegiatan grilya. Tatapi BRN juga memiliki kekuatan
militer dengan kekuatan 150-300 orang dibawah pimpinan Jehku Baku. Pusat
kekuatan mereka berada di distrik-distrik barat Songkhla. BRN mencoba
menjembatani ideologi komunis dan sosialis yang mereka tunjukan dengan menjalin
hubungan erat dengan partai komunis dari Malaysia dan Tahiland. Tetapi upaya
penyatuan sosialisme, islamisme dan nasionalisme tersebut membuat organisasi
ini sangat rentan dengan perpecahan fraksi. Saat ini pejuang BRN masih
diperhitungkan oleh militer Thailand karena mereka masih memiliki kuatan
militer yang sewaktu waktu dapat kembali membuat kekacauan di Thailand.
2. Pattani
United Liberation Organization (PULO)
PULO
muncul sebagai organisasi islam terbesar di Thailand. Semenjak pertama kali
berdiri pada tahun 1968. PULO bertujuan untuk mendirikan negara islam yang
independen, PULO bersifat etnis nasionalis daripada islam. PULO didirikan di
India oelh Tengku Bira Kotanila. Ia menyelesaikan studi ilmu politik di India.
Bira merasa tidak puas dengan gerakan perlawanan Melayu yang tidak efektif.
Di PULO ia mengajak para aktivis muda
Thailand untuk ikut ambil bagian dalam pembebasan Pattani. Rata-rata dari
mereka adalah lulusan luar negeri. PULO menjalankan dua pendekatan yaitu
militer dan poltik, mereka berkomitmen untuk meningkatkan tingkat pendidikan
dan kesadaran politik khususnya bagi komunitas muslim Thailand selatan.
Dalam
hubungan internasional PULO memiliki hubungan dengan negara negara timur tengah
seperti Suriah, Lebanon dll. Mereka memiliki kamp pelatihan bagi anggota dan
melatih skill kemiliteran di luar negeri. Komandan militer Sama ae Thanam
menerima pelatihan militer di timur tengah. Diperkirakan kekuatan PULO sekitar
200-600 pejuang tetapi mereka mengklaim memiliki 20.000 pejuang.
PROSES PERDAMAIAN
- Dialog Damai
Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand
Kesepakatan
dialog dan pembicaraan awal antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand telah
disepakati dan ditandatangani di Kualalumpur Malaysia pada 28 Februari 2013
lalu yang melibatkan Pemerintah Thailand dan Muslim Pattani. Kesepakatan untuk
pembicaraan awal tersebut bagi perdamaian melalui meja perundingan disepakati
kedua belah pihak yang disaksikan oleh PM Malaysia Najib Tun Razak dan PM
Thailand Yingluck Shinawatra. Dokumen kesepakatan awal pembicaraan damai
tersebut akan menjadi dasar bagi apa yang disebut sebagai proses dialog untuk
perdamaian di wilayah provinsi-provinsi Thailand Selatan.
Dalam
penandatanganan dialog antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand, pihak
Muslim Pattani diwakili Hassan Taib, Wakil Senior Barisan Revolusi Nasional
(BRN), sedangkan dari pihak Thailand diwakili Sekretaris Jendral Dewan Keamanan
Nasional Thailand, Letnan Jenderal Paradorn Pattanathabutr. Hassan Taib oleh
International Crisis Group merupakan tokoh berpengaruh dalam Muslim Pattani
yang berdomisili di Malaysia. Kesepakatan awal untuk membicarakan perdamaian di
Thailand Selatan ini merupakan suatu langkah yang bersejarah khususnya bagi
Muslim Pattani.
Selama
ini pemerintah Thailand di Bangkok tidak mengakui adanya pemberontakan-pemberontakan
pejuang Muslim Pattani yang bermarkas di wilayah Thailand Selatan. Dengan
adanya pembicaraan awal dan kesepakatan untuk melakukan dialog baik dari Muslim
Pattani dan Pemerintah Thailand membuktikan, Muslim Pattani diakui sebagai
oposisi bersenjata dan pengakuan resmi dari Pemerintah Thailand di Bangkok.
Thailand memiliki populasi muslim sekitar 9,5 juta dan umumnya tinggal di
perdesaan. Muslim Pattani umumnya berdomisili di provinsi yaitu Pattani, Yala
dan Narathiwat yang berbatasan dengan Kelantan, Perlis dan Kedah di Utara
Malaysia. Ketiga provinsi tersebut merupakan provinsi yang mayoritasnya
beragama Islam dan beretnis Melayu sama halnya dengan Malaysia. Sebelumnya
ketiga Provinsi tersebut merupakan wilayah Kesultanan Islam yang kemudiannya diambil
alih oleh Kerajaan Siam diawal abad ke-20.
Ada
banyak faksi-faksi di Thailand Selatan sebagai usaha perjuangan dari Otonomi
Khusus hingga menginginkan Kemerdekaan dari Pemerintah Thailand. Selain BRN
yang menandatangai persetujuan pembicaraan dengan pihak Pemerintah Thailand
juga ada Kubu Pembebasan Bersatu Pattani (PULO), Barisan Pembebasan Islam
Pattani dan Gerakan Mujahideen Islam Pattani. Barisan Revolusi Nasional (BRN)
merupakan induk dari Kubu Revolusioner Bangsa Melayu Pattani yang didirikan pada
tahun 1960-an yang awal perjuangannya adalah otonomi khusus di wilayah Thailand
Selatan. Akibat diskriminasi dan tidak adanya pembangunan yang merata di
wilayah Thailand Selatan menjadi dasar perjuangan Muslim Pattani untuk
melakukan tekanan yang ujung-ujung mengangkat senjata sebagai akibat
ketidakpedulian pemerintah Thailand di Bangkok terhadap wilayah di Thailand
Selatan.
Dalam
perjuangannya, Muslim Pattani menerapkan strategi perang gerilya. Kondisi alam
dan hutan yang luas disepanjang perbatasan Thailand Selatan dan Utara Malaysia
memungkinkan untuk perang secara gerilya melawan militer Thailand. Perjuangan
Muslim Pattani masih sendiri-sendiri disebabkan belum bersatunya faksi-faksi
dalam tubuh Muslim Pattani. Taktik gerilya dan strategi hit and run merupakan
perjuangan Muslim Pattani berhadapan dengan militer Thailand. Persenjataan yang
dimiliki oleh Muslim Pattani umumnya merupakan rampasan dari senjata militer
Thailand. Perjuangan yang sendiri-sendiri salah satu kelemahan yang ada pada
Muslim Pattani.
- Malaysia sebagai
Fasilitator
Malaysia
yang menjadi tuan rumah dalam kesepakatan awal pembicaraan dialog nantinya
berharap kesepakatan damai tersebut dapat terlaksana dengan baik. Kesepakatan
pembicaraan awal perdamaian antara pemerintah Thailand dan Muslim Pattani
diharapkan akan menghasilkan kesepakatan menuju perdamaian yang diharapkan
kedua belah pihak. Penandatanganan kesepakatan awal tersebut adalah sebagai
tahap awal dari sebuah proses yang panjang dan memerlukan waktu yang cukup
panjang pula dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul nantinya.
Pembicaraan
awal dalam kerangka perdamaian di antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand
merupakan pertemuan pertama kalinya secara formal yang melibatkan pihak ketiga
(Malaysia) bagi membicarakan proses perdamaian di wilayah Thailand Selatan yang
terus bergojak semenjak tahun 1960-an. Pada tahun 2004 intensitas konflik di
wilayah Thailand Selatan semakin meningkat yang mengakibatkan pengerahan
militer Thailand di wilayah Thailand Selatan semakin besar. Sebagai
fasilitator, Malaysia telah mengambil peran yang sangat strategis dalam upaya
membawa kedua belah pihak ke meja perundingan. Pada proses perundingan pada
putaran pertama ini akan dibicarakan bagaimana soal kerja sama bisa dilakukan kedua
belah pihak yang bersengketa. Sebelumnya pada Oktober 2012 bertempat di Manila,
Philipina telah dicapai kesepakatan damai dan memperoleh otonomi khusus bagi
Pejuang Muslim Moro (MILF) di Philipina Selatan yang difasilitasi Malaysia.
Atas
permintaan resmi Thailand kepada Malaysia untuk dapat berperan sebagai
fasilitator dan upaya mempertemukan pihak-pihak yang bertikai. Thailand meminta
kepada Malaysia untuk memfasilitasi pembicaraan antara kelompok-kelompok Muslim
Pattani yang beroperasi di Thailand maupun di Malaysia. Untuk tahap awal
Malaysia berhasil mempertemukan kelompok Muslim Pattani untuk berbicara secara
langsung dengan pemerintah Thailand yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada 28
Februari 2013 lalu. Malaysia yang berbatasan langsung dengan Thailand di utara
wilayahnya (Kelantan, Perlis dan Kedah) tentu berupaya untuk turut serta dalam
mempertemukan pihak-pihak yang bertikai baik Muslim Pattani dan Pemerintah
Thailand. Sebagai negara tetangga, tentu Malaysia akan menjaga hubungan baik
dan tidak mengintervensi atas kedaulatan Thailand, yang mana pejuang-pejuang
Muslim Pattani sebagian besarnya mendiami wilayah Thailand Selatan dan Malaysia
Utara seperti halnya di Kelantan yang wilayahnya sangat dekat dengan Provinsi
Pattani.
Sebagai
sesama negara anggota ASEAN, Malaysia dan Thailand menginginkan adanya
stabilitas politik dan keamanan di wilayah perbatasan di kedua negara tersebut.
Wilayah Thailand Selatan dan Utara Malaysia merupakan wilayah basis dari Muslim
Pattani yang secara tidak langsung akan juga mengganggu hubungan bilateral
kedua negara tersebut jika tidak diselesaikan dengan baik. Seyogyanya
kesepakatan perundingan antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand yang akan
membicarakan proses perdamaian akan menjadi sebuah kesepakatan bersejarah tidak
saja bagi Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand juga akan memiliki dampak bagi
stabilitas ASEAN umumnya.
- Pemerintah
Thailand Mempelajari Solusi Damai GAM
Bangsa
Pattani, dari Thailand Selatan yang mayoritas beragama muslim, datang ke Aceh
untuk mempelajari kesuksesan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berdamai dengan
Pemerintah Indonesia dan masih bertahan sampai sekarang. Kedatangan tamu dari
pemerintah Thailand tersebut diterima Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah, Wali
Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar, Ketua DPRA, Hasbi Abdullah, Wakil Ketua DPRA,
Sulaiman Abda, dan sejumlah Kepala SKPA. Misi kunjungan pemerintah Thailand
adalah untuk mendalami isi perjanjian damai GAM dengan Pemerintah RI dan UUPA
yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan Pemerintah Aceh, pascadamai. Pemerintah
Thailand tertarik datang ke Aceh didasari keingin untuk melihat proses
perdamaian GAM di Aceh dengan Pemerintah Indonesia yang berjalan cukup baik.
- Peran OKI dan
ASEAN
Pertemuan
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Makkah, Arab Saudi, akan membahas minority
Muslim yang tinggal di negara-negara nonanggota. Nasib kelompok minority Muslim
terkadang sangat memprihatinkan. Sejumlah kasus terjadi pada komunitas Muslim,
seperti di etnis Melayu muslim di Thailand selatan dan Filipina selatan.
Terakhir, kekerasan dan diskriminasi yang menimpa Muslim Ro hingya di Myanmar.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal menyatakan isu persatuan
negara Muslim diangkat. Dunia Islam dinilainya kini di ambang perpecahan dan
mesti ada langkah yang segera ditempuh untuk membangun persatuan, dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi setiap negara Muslim. Ia mengatakan,
Kerajaan Arab Saudi sudah mengirimkan undangan kepada kepala negaranegara
anggota OKI untuk menghadiri pertemuan.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
ASEAN 2011 di Jakarta salah satunya membahas kasus yang terjadi di Thailand
Selatan merupakan satu dari sekian banyak kasus konflik internal yang
menimbulkan jatuhnya korban sipil. ASEAN telah memiliki fondasi yang baik untuk
menjalani proses demokrasi, karena sudah terkandung dalam Piagam ASEAN, dan
pencapaian itu tergantung pada pemerintah dan masyarakat sipil. Kasus yang
terjadi di Thailand Selatan merupakan satu dari sekian banyak kasus konflik
internal yang menimbulkan jatuhnya korban sipil. Fakta tersebut menunjukkan
bahwa pembentukan Comunity Keamanan ASEAN belum dapat diharapkan untuk
mengakomodasi berbagai konflik yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Negara
anggota ASEAN menekankan dukungan penuh terciptanya resolusi damai atas tantangan
yang terjadi di Thailand. Resolusi damai bisa tercapai melalui dialog dan
penghormatan penuh pada prinsip-prinsip demokrasi dan aturan hukum.
- Peran
Komunitas/Media Sosial
Peran
media alternatif seperti Deep South Watch (DSW) sangat penting untuk memberikan
informasi yang detil dan akurat mengenai apa yang terjadi di Pattani.
Presentasi mengenai Deep South Watch
(DSW) menunjukkan bagaimana media alternatif ini telah membangun jaringan dari
kalangan media, organisasi masyarakat
sipil, maupun akademisi.
Deep
South Watch (DSW) berdiri pada bulan september 2006. DSW, yang awalnya disebut
Intellectual Deep South Watch (IDSW), merupakan jaringan koordinasi dari
berbagai lembaga dan akademisi. Tujuannya untuk menganalisis kekerasan di
Thailand Selatan melalui data dan
analisis yang rasional dan jernih. DSW
juga bertujuan menempatkan situasi konflik di Thailand selatan ke ranah publik
yang lebih luas agar masyarakat ikut mengamati dan memahami situasi yang terus
mengalami perubahan. Melalui jaringan kerjasama dengan jaringannya, DSW
membangun basis data untuk mengamati situasi Thailand selatan yang sangat
dinamis. Dalam prosesnya, basis data ini akan dikembangkan menjadi pusat sumber
pengetahuan dan penelitian mengenai kebijakan di Thailand Selatan yang bisa
digunakan oleh jurnalis dan akademisi. Di tingkat elit pemerintah, DSW
menerbitkan Deep South Bookzines yang disebarkan di lingkaran militer dan
pemerintah untuk mendorong kebijakan yang lebih reformis kepada Thailand
Selatan sebagai lawan dari pendekatan militeristik.
ANALISA KONFLIK
Berdasarkan pembahasan diatas
terkait eskalasi konflik Patani dan proses perdamaian, Penulis menilai
elemen-elemen yang berperan dalam proses perdamaian terbilang sudah lengkap
karena hampir semua aspek terlibat dan ikut serta menyelesaikan konflik Patani
lewat jalan damai, tetapi rupanya keterlibatan mereka semua tidak menunjukkan
hasil yang memuaskan, karena konflik Patani sendiri masih berlangsung hingga
sekarang. Dengan kata lain, konflik ini belum menemui titik terang, dan
terkesan mengalami stagnansi dalam proses damai yang dijalankan baik dari kubu
pemerintah dan umat muslim melayu Patani sendiri. Adapun tawaran resolusi
konflik dari Penulis yang kiranya bisa menjadi solusi alternatif atau sekedar
jadi bahan diskusi adalah sebagai berikut:
Menurut
analisa Penulis, Penulis mencoba mengadopsi resolusi konflik zaman Rasul yakni
teknologi rekonsiliasi Piagam Madinah. Dengan pertimbangan bahwa konflik Patani
hampir mirip dengan konflik zaman Rasul antara Islam, Yahudi dan Nasrani. Yang
sama-sama setting konfliknya adalah permasalahan primordialisme atau identitas
keagamaan. Sedikit yang membedakan jika melihat yang terjadi terhadap konflik
Patani, dimana umat Islam lah yang merasa takut tertindas dan terpinggirkan
oleh pemerintah Siam (Thailand) dari kekuatan Buddhisme, sedangkan dalam
konflik zaman rasul tersebut, non-Islam lah yang takut ditindas, dalam hal ini
umat nasrani dan yahudi. Yang ketika itu merasa takut diperlakukan tidak adil
karena kemenangan terbesar jatuh pada umat Muslim. Baik konflik Patani dan
konflik ketika zaman Rasul dulu memiliki kesamaan tuntutan dalam segi jaminan
keadilan bagi mereka yang merasa tertindas. Apabila rekonsiliasi ala Rasul
seperti Piagam Madinah ini dilakukan ataupun diterapkan dalam konflik Patani
maka Penulis sangat menekankan dalam proses rekonsiliasi harus mengedepankan two-ways communication dan non-blaming. Ini dimaksudkan ketika
terjadi proses rekonsiliasi ataupun dengar pendapat dari kedua kubu maka
keduanya mampu saling mendengarkan satu sama lain, dan tidak lagi
memperdebatkan kubu mana yang salah dan benar. Karena Penulis meyakini apabila
kedua kubu sama-sama memiliki sikap untuk meredam emosi masing-masing maka
mengerucutnya masalah sangat mudah didapat. Karena kebutuhan konflik Patani ini
adalah sebuah pengakuan bahwa Islam menjadi agama yang diakui, dan tidak
dibedakan dalam segala aktivitas kehidupan, maka teknologi resolusi konflik
Rasul sangat dimungkinkan diadopsi, yakni Teknologi Rekonsiliasi melalui Piagam
Madinah. Tetapi Penulis sekali lagi memberikan asumsi saja, terlepas bagaiman
model rekonsiliasinya, karena bisa saja disebut Piagam Patani ataupun yang
lainnya. Untuk menerapkan sistem seperti ini maka sangat dibutuhkan pihak
penengah yang posisinya netral. Karena pada konflik zaman rasul dulu, sosok
Rasulullah lah yang menjadi penengah. Penulis sangat berharap bahwa negara lain
ataupun organisasi tertentu memiliki peluang besar menjadi penengah untuk
memobilisasi sebuah rekonsiliasi antara pemerintah Thailand dan Patani.
Menurut
analisa Penulis, alasan yang melatarbelakangi mengapa hingga sekarang
Pemerintah Thailand sulit menyelesaikan konflik Patani adalah ketakutan
pemerintah Thailand karena beberapa hal. Penulis berasumasi bahwa ketakutan
pemerintah Thailand dalam konflik ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Terulangnya
dominasi Kerajaan Patani dahulu.
b. Timbulnya
kekhawatiran akan tergoyahkan eksistensinya Buddhisme.
c. Timbulnya
kekhawatiran pemerintah Thailand akan pemasukan anggaran negara.
d. Ketakutan
militer Thailand dengan konsep “Jihad” yang dianut tentara Patani.
e. Ketakutan
adanya kepentingan terselubung kelompok gerilyawan Patani untuk menguasai
otonomi wilayah Thailand Selatan.
Jika
rekonsiliasi dengan mengadopsi resolusi konflik Rasul tersebut berhasil dilakukan
ataupun diterapkan, Penulis berasumsi bahwa hanya ada keuntungan saja yang
diperoleh. Yang pastinya baik pemerintah Thailand dan umat Islam Melayu Patani
terakomodir hak-hak dan kewajiban dalam bentuk UU yang disahkan. Yang
terpenting pula tidak perlu ada lagi korban sipil yang tewas dan terancam
kehidupannya karena konflik primordial ini. Maka dengan adanya rekonsiliasi
antara pemerintah Thailand dan umat Islam Patani menghasilkan win-win solution.
Kondisi umat muslim melayu Patani
saat ini setelah dan masih menjalani proses perdamaian bahwa umat muslim melayu
Patani masih bagian integral dari keseluruhan pemerintahan Thaialnd. Walaupun
dari awal konflik muncul hingga sekarang, kehidupan umat muslim melayu Patani
mengalami perbaikan dan peningkatan diberbagai bidang, tetapi tetap saja mereka
hidup dalam tekanan dan perlakuan diskriminatif.
KESIMPULAN
Ada
beberapa hal yang bisa kita lihat di dalam konflik partai Patani ini. Faktor
dari dalam kelompok Islam di Patani yang
cenderung Fundamentalis. Menurut kami, ini adalah faktor lanjutan sebagai
respon setelah sebelumnya pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang tidak
adil bagi kelompok Islam Patani. Diantara kebijakannya adalah di bidang ekonom
yang tidak merata, Kemudian kebijakan Politik dengan program Thailandnisasi
terhadap Kelompok Islam Patani. Hal tersebut adalah ancaman bagi identitas
masyarakat Islam Patani yang sejak lama menganut Islam.
Proses
perdamaian di Thailand saat ini sangat bergantung pada pihak pemerintah
Thailand. Pemerintah harus bisa bertindak adil dan mengakomodir tuntutan dari
kelompok Islam Patani. Dengan catatan rekonsiliasi yang dilakukan nantinya
tidak memihak manapun, Pemerintah harus memandang bahwa kelompok Islam Patani
adalah sama dengan kelompok- kelompok yang lain. Sehingga visi yang mereka
miliki adalah integrasi Thailand yang lebih damai.
Konflik
Patani adalah masalah politik internal, walaupun begitu dalam penyelesaiannya
sangat diperlukan bantuan dari luar sebagai penengah. Walaupun ASEAN menerapkan
prinsip Non-intervensi atas sesama negara ASEAN, namun Indonesia bisa masuk
dengan cara diplomasi kebudayaan seperti yang dilakukan dalam kasus Rohingya.
Daftar Pustaka
Dr.
H.Saifullah, SA, MA, “Sejarah dan
Kebudayaan Islam di Asia Tenggara”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
PDF
Skripsi Perjuangan Politik Haji Sulong di Pattani (194701954) oleh Wira Tahe,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 diakses 19 juni 2014
http://kombinasi.net/konflik-thailand-selatan-dan-peran-media-komunitas/ (diakses 24 juni
2014)