Rabu, 23 Maret 2016

KONFLIK VERTIKAL: UMAT MUSLIM MELAYU PATTANI DI THAILAND

Tulisan ini merupakan Tugas Makalah pada Mata Kuliah Resolusi Konflik (Program Studi S1 Ilmu Hubungan Internasional UMY)

PENDAHULUAN
Ancaman merupakan suatu hal yang wajar dan banyak di dapati di berbagai Negara di dunia, baik itu internal maupun eksternal. Untuk kawasan yang memiliki tingkat pluralitas tinggi ancaman internal di kawasan itu sendiri tidak jauh dari munculnya gerakan separatisme. Terorisme serta pemberontakan. Penyebab separatisme biasanya karena faktor politik, dimana tujuan politik tersebut tidak lain adalah pemisahan diri atau kemerdekaan bagi kawasannya. Perbedaan kelas dan juga suku atau identitas-identitas kebudayaan serta agama kadangkala digunakan sebagai tempat bersembunyi. Pemberontakan adalah salah satu dari banyak bahan terciptanya separatisme. Tahapan awal biasanya dimulai dengan munculnya gerakan politik. Kemudian mencapai tahapan pemberontakan atau fase konflik kekerasan. Untuk pemberontakan sendiri terbagi dalam tiga kategori. Pertama, tahap pemusuhan tingkat rendah yang sebagai contohnya adalah pemberontakan suku Kurdi di Turki. Kedua, permusuhan tingkat tinggi seperti dalam kasus Palestina yang telah sampai pada rencana pembunuhan presiden Yasser Arafat dan tokoh-tokoh HAMAS. Ketiga, yaitu campuran antara konflik dan perundingan atau talk-fight. Kasus di Karen Myanmar, Moro Filipina dan Pattani Thailand Selatan dapat dikategorikan dalam kategori ini. Dapat dilihat bahwa mereka tengah berada pada masa transisi dari konflik kekerasan menuju meja perundingan. Entah dengan hasil yang positif atau negatif.
Terdapat empat faktor yang melatarbelakangi kemunculan konflik etnis seperti separatisme. Diantaranya adalah :
  1. Adanya Negara dengan karakter  satu etnis saja atau mono-ethnic
  2. Asimilasi dan sentralisasikarakter melalui upaya penetrasi Negara
  3. Pergeseran kesadaran umum
  4. Elit yang mencari legitimasi[1]
Brown (1988) dalam bukunya menjelaskan tentang beberapa perspektif yang dapat digunakan untuk memahami konflik etnis. Konflik etnis akan rentan terjadi pada Negara baru terlebih jika Negara tersebut merupakan Negara bekas jajahan rezim colonial yang kuat. Perspektif yang lain terfokus pada aktifitas upaya manipulatif para etnis minoritas yang berusaha untuk mempromosikan kepentingan individunya sendiri dengan cara menonjolkan sisi etnisitasnya. Gerakan separatisme muncul dalam komplikasi situasi dan kondisi tertentu, sehingga perlu dilihat lebih jauh lagi kondisi seperti apa yang secara eksklusif menyebabkan kemunculan gerakan atau kelompok separatisme. Brown juga mengatakan bahwa separatisme merupakan pemberontakan yang komunal yang pemberontakan tersebut terjadi pada etnis minoritas.
Terkait dengan separatisme, di negeri gajah putih juga terjadi gerakan separatisme tepatnya di wilayah Pattani, Thailand Selatan. Yang mana pemerintah Thailand mengupayakan asimilasi, menetapkan Thai-Budha sebagai satu kebudayaan nasional. Masyarakat Pattani yang notabennya merupakan masyarakat Melayu-Islam juga harus menerapkan kebijakan tersebut. Jika dibandingkan dengan masyarakat Thai-Budha atau Thai-Cina, masyarakat Melayu-Islam tidak mendapatkan pendidikan formal yang baik. Mereka juga tidak memiliki elit yang merepresentasikan suara masyarakat Thai-Islam. gerakan separatisme di Thailand muncul pada sekitar tahun 1970, seperti PULO (Pattani United Liberation Organization), BNPP, dan BRN. Separatisme di Pattani sendiri khususnya mendapatkan dukungan dari Negara Timur Tengah dan juga Negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Yang mana penjelasan mendalam mengenai konflik separatisme di Pattani, Thailand Selatan akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
            Sejak Negara ini berdiri, Negara ini tidak pernah dijajah oleh bangsa kolonial manapun. Oleh karena itu, Negara ini dinamakan “Thailand” yang artinya negeri orang merdeka. Secara astronomis Negara ini terletak antara 5°32ʹ LU- 20°28ʹLU dan 97°21ʹBT - 106°BT. Batas-batas geografis Thailand yaitu sebelah utara berbatasan dengan Myanmar dan Laos, sebelah selatan berbatasan dengan Negara Malaysia dan Teluk Siam, sebelah barat berbatasan dengan Myanmar dan laut Andaman, dan sebelah timur berbatasan dengan Negara Laos dan Kamboja.
Thailand atau yang biasa disebut Muang Thai merupakan salah satu Negara Asia tenggara yang secara resmi tidak pernah dijajah oleh Negara lain. Sistem kerajaan (Monarki) tetap berlangsung atau bertahan sampai saat ini karena sistem ini mapu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman modern. Misalnya pembatasan kekuasaan absolut raja dengan memberlakukan konstitusi Thailand (sejak 1932). Agama resmi kerajaan adalah agama Buddha. Sekalipun secara resmi hukum yang berlaku adalah adaptasi dari hukum sipil Eropa yang sekuler, agama Buddha telah mempengaruhi keseluruhan perilaku kehidupan masyarakat Thai, khususnya dalam bidang pendidikan, hukum personal, dan dalam upacara-upacara resmi kerajaan. Vihara dan patung-patung Sidharta Buddha Gautama dan berbagai aksesoris ritual agama Buddha Teravada ditemukan dimana-mana.
Umat Islam secara demografis jumlahnya cukup kecil, tetapi menjadi begitu penting karena beberapa provinsi di wilayah Selatan Thailand yang berbatasan dengan Malaysia beragama Islam dan memiliki Radikalisme tinggi dan bahkan semangat separatisme yaitu memisahkan diri dari Thailand. Membicarakan Islam di Thailand, tidak mungkin tanpa sebelumnya membicarakan Kerajaan Patani, karena keberadaan Islam diawali atau bermula sejak munculnya Kerajaan Patani. Sejarah Islam di Thailand khususnya di kawasan Selatan Thailand, pada saat Thailand masih bernama kerajaan Siam, tepatnya dibawah kekuasaan dinasti Ayutthaya (1350-1767). Saat itu kawasan Selatan Thailand masih berada dalam naungan Kerajaan Melayu Muslim yaitu Kerajaan Muslim Patani. Raja Muslim Patani yang pertama adalah Ismailsyah. Pada tahun 1603 Kerajaan Ayutthaya menyerang Pattani, tetapi bisa digagalkan oleh tentara kerajaan Pattani. Namun, setelah berperang selama hampir setengah abad, dan memasuki abad ke -19 akhirnya Patani dikalahkan kembali oleh Siam. Hal ini didukung oleh Kolonial Inggris yang mana pada tahun 1909 mengakui daerah-daerah Selatan itu sebagai bagian dari kawasan Kerajaan Siam. Pada tahun yang sama juga, Inggris dan Siam menandatangani perjanjian yang berisi pengakuan Inggris terhadap kekuasaan Siam di Patani. Dalam perjanjian itu dijelaskan secara tegas mengenai batas wilayah Kerajaan Siam dan Semenanjung Melayu. Dan garis batas yang disepakati dalam perjanjian tersebut sekarang menjadi daerah batas antara Negara Malaysia dan Thailand. Pada saat Pattani dikuasai oleh kerajaan Siam, menginginkan kerajaan Pattani dihapus pada tahun 1873 M, namun banyak yang memberontak. Akan tetapi, Kerajaan Siam tidak menggubris dan justru mulai membagi-bagi wilayah kerajaan Pattani menjadi beberapa unit kerajaan dengan nama Bariwen. Unit-unit kerajaan itu adalah Pattani, Narathiwat, Yala, Saeburi, dan Setul. Pada tahun 1909 M, Inggris mengakui daerah-daerah selatan itu sebagai bagian dari kawasan kerajaan Siam. Pada tahun 1939 M, kerajaan Siam berubah menjadi Muang thai (Thailand).


Bahasa Siam menjadi bahasa kebangsaan di Thailand dan juga berlaku untuk kawasan selatan Thailand yang sudah akrab dengan bahasa Melayu. Huruf-huruf Arab Melayu dilarang penggunaannya di sekolah-sekolah dan di kantor pemerintahan. Semua diganti dengan huruf Siam yang berasal dari Palawa. Semenjak dihapusnya Muslim Pattani oleh kerajaan Siam, wilayah Selatan Thailand selalu rawan konflik. Kerajaan Melayu Pattani mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan raja-raja perempuan (1584-1624). Pada masa itu Patani telah muncul sebagai pusat perdagangan. Ijzerman, seorang pedagang Belanda menyatakan bahwa Patani adalah “pintu masuk” ke wilayah Cina selatan. Namun, Kerajaan Patani mengalami kemerosotan, disebabkan oleh konflik perebutan kekuasaan antara sesama pewaris kerajaan. Intensitas perang saudara yang kerap terjadi menyebabkan situasi keamanan tidak terjamin sehingga Patani tidak lagi menjadi tumpuan pedagang. Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-18. Phraya Chakri, Raja Siam yang baru saja mengalahkan Burma di Ayuthia, menyerang dan menundukkan Patani pada 1785. Dalam peperangan ini, Sultan Muhammad, penguasa Patani pada waktu itu beserta ribuan rakyatnya telah syahid dan lainnya ditawan dan dibawa ke Bangkok. Kemudian, Tengku Lamidin, raja Bendang Badan, dilantik oleh Siam sebagai Raja Patani yang baru. akan tetapi, pada 1791, Tengku Lamidin dibantu oleh Raja Annam yang beragama Islam, Okphaya Cho So, dan Syekh Abdul Kamal berbalik melawan Siam. Namun, pemberontakan ini gagal. Kemudian, pihak Siam melantik Datok Pengkalan sebagai raja Patani yang baru. Namun ternyata Datuk Pengkalan juga memberontak melawan Siam pada tahun 1808, meskipun pemberontakan ini juga mengalami kegagalan.[2]
Setelah itu Kerajaan Patani berada di bawah kendali kekuasaan Siam, meskipun Kerajaan Patani masih diberi otonomi untuk mengurus pemerintahannya sendiri. Kebijakan-kebijakan pemerintah Thailand yang merugikan pada masyarakat Muslim inilah yang menimbulkan keinginan untuk memisahkan diri dari Thailand, kemudian muncullah gerakan-gerakan yang mengusung Separatisme di wilayah Thailand Selatan terutama Patani. Perlawanan yang terdapat di Patani tersebut diantaranya Pattani United Liberation Organization (PULO), gerakan Mujahidin Islam Pattani (GMIP), Barisan Revolusi Nasional/Coordinate (BRN/C), dan Gerakan Rakyat Patani (GRP) yang didirikan oleh Haji Sulong. Gerakan tersebut merupakan gerakan separatis yang mengusung Separatis Thai - Muslim. sejak akhir tahun 1960-an, masyarakat Islam Patani kembali bangkit untuk menuntut hak-haknya. Banyak faktor yang mendukung gerakan perlawanan Patani, antara lain perlakuan internal pemerintah pusat di Bangkok yang dirasakan kurang aspiratif dan akmomodatif; pengaruh dari semangat perjuangan Komunis di Indo-China;gerilya komunis di pedalaman utara Malaysia seluruhnya seakan memotivasi umat Islam Patani untuk bangkit. Keinginan Muslim melayu untuk bebas dari kekuasaaan Thailand sudah berlangsung sangat lama. Bahkan permusuhan antara Muslim Patani di wilayah Selatan Thailand dengan masyarakat Buddha-Siam sudah berlangsung selama ratusan tahun, atau sejak terbentuknya masyarakat Islam Patani. Muslim di Thailand Selatan sebagian besar etnis Melayu dan berbahasa Melayu bukan Thailand. Dan dulunya mereka pernah menjadi bagian dari Kesultanan independen Patani, yang kini termini dari provinsi Patani, Yala, Narathiwat, dan bagian barat Songkhla, yang berkembang mulai tahun 1390 sampai 1902.

PEMBAHASAN: ESKALASI KONFLIK
Struktural
Bagi sebagian  orang awam, konflik di Thailand Selatan ini kerap dipandang sebagai konflik agama semata antara muslim Melayu di Thailand Selatan melawan orang Thai Buddha yang mendominasi pemerintahan pusat Thailand. Namun sebenarnya ada begitu banyak faktor yang menyebabkan konflik ini timbul dimana selain perbedaan agama, faktor-faktor seperti kesenjangan sosial dan tindakan kasar aparat keamanan juga turut berperan. Selebihnya, konflik di Thailand Selatan ini mengakibatkan ribuan orang tewas dan kerugian material yang tidak main-main. Dan tentunya, jumlah tersebut bisa bertambah kedepannya jika kita lihat sekarang masih berlangsungnya konflik ini. Pasca runtuhnya kerajaan Melayu Patani, kehidupan Muslim Melayu Patani mengalami keterpurukan dan ketidakadilan. Akibat dari perbedaan agama maupun sosial budaya menimbulkan konflik di Negara tersebut terutama di bagian Patani. Awal mula terjadinya konflik antara Umat Muslim di Patani dengan aparat pemerintah Thailand disebabkan karena kebijakan-kebijakan pemerintah Thailand yang merugikan pada masyarakat Muslim yang ada di wilayah Selatan Thailand.  Salah satunya Pada tahun 1921, UU wajib belajar pendidikan dasar mewajibkan semua anak untuk masuk sekolah dasar negeri selama empat tahun untuk belajar bahasa Thailand. Disekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha. Pada saat-saat tertentu, anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembahan Budha. Selain itu, orang-orang Islam tidak diperbolehkan mempunyai partai politik yang berasas Islam, bahkan segala organisasi harus berasaskan kebangsaan. Budaya masyarakat Muslim Thailand  sangat kental dengan budaya Melayu. Karena memang rumpun Melayu-lah yang paling menonjol dalam perjalanan panjang sejarah Muslim Thailand sejak abad ke-13. Hal yang membuat masyarakat Thailand Selatan semakin geram terhadap pemerintah ialah Muslim Melayu dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai budaya Buddha Thailand. Gambar Buddha ditempatkan di semua sekolah umum dan anak anak Muslim Melayu diminta untuk membungkuk di depan mereka untuk menunjukkan loyalitas mereka sebagai warga Negara. Muslim Melayu dilarang memakai pakaian tradisional di depan umum dan dipaksa untuk mengadopsi nama Thai sebagai prasyarat untuk bekerja dalam pemerintah.
Sebagai wujud ketidakpuasan masyarakat Melayu Patani atas perlakuan kerajaan Siam telah terjadi beberapa pemberontakan, pemberontakan yang kecil maupun yang besar. Hal ini diakibatkan pemaksaaan Akta Pelajaran 1921, yang memaksa anak-anak Melayu Patani memasuki Pendidikan Kebangsaan Siam yang menggunakan bahasa Siam. Pada masa pemerintahan Pibul Songgram, dilancarkan program Rathaniyom. Yaitu suatu program yang didasarkan ultra-Nasionalisme Siam. Program ini tujuannya adalah membentuk Negara Siam Sejati yaitu berdasarkan satu agama, bangsa, bahasa, dan kebudayaan Siam. Seluruh program ini dituangkan dalam tujuh dekrit. Pada masa ini jugalah ditukar istilah Siam menjadi Thailand. Bagi Masyarakat Melayu Patani, program Rathaniyom 1939 adalah malapetaka besar, karena pada saat itu tidak lagi dibenarkan menggunakan nama Melayu, berpakaian Melayu, berbicara dan menulis dalam bahasa Melayu, bahkan mempelajari agama Islam, pada saat itulah syariat Islam dan hukum adat tidak diakomodir dalam sistem hukum formal, yang mana hal yang berkaitan dengan perkawinan dan harta pusaka harus berdasarkan undang-undang sipil, bukan berdasarkan syari’at. Tindakan selanjutnya yang dilakukan pemerintah yaitu pemerintah hanya hanya mengakui dan memberikan kesempatan pada lulusan Sekolah Pemerintah atau lulusan Pondok yang telah dimordenisasi (mengalami proses Thailandisasi). Akibatnya, banyak pondok yang bertahan dengan gaya dan kurikulum serta pendekatan lama yang ditinggalkan santri dan akhirnya bubar.
            Dari sudut pandang pemerintah pusat di Bangkok, kebijakan ini cukup berhasil mengiring orang Patani menjadi orang Thai (menumbuhkan rasa Nasionalisme). Namun, bagi rakyat Patani sendiri kebijakan ini membuat kesenjangan yang semakin menjauhkan antara para alumni pendidikan modern dengan masyarakat Patani yang tetap berada pada jalur tradisionalnya. Para alumni pendidikan modern menjadi terjauhkan dan tersisihkan dari masyarakatnya sendiri. Sejak politik minoritas Melayu, ketidakadilan dan kesenjangan yang diterima masyarakat Patani, telah memberikan latar belakang dan memunculkan sejarah konflik kekerasan yang terjadi di wilayah Selatan. Yang mana sejak konflik ini berlangsung pemerintah Thailand mengandalkan kekuatan Militer untuk menghadapi pemberontakan-pemberontakan yang ada di wilayah Selatan. Banyak warga Muslim yang disiksa, diculik dan dibunuh. Militer-pun bertindak dibawah undang-undang darurat dan undang-undang khusus lain, sehingga mereka lepas dari sanksi hukum dan korban yang berjatuhan 90 persen ialah warga sipil Patani.

Akselerasi
Pada faktor pemercepat konflik ini, penulis akan memaparkan bahwa salah satu faktor yang menjadikan konflik di Thailand dengan waktu yang singkat merambah adalah dikarenakan pada mulanya muslim Pattani merupakn minoritas di Thailand. Sejarah kelompok masyarakat muslim telah ada sejak awal berdirinya negara Thailand dan memiliki peran penting dalam masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya muangthai dikenal secara luas sebagai negara yang mengalami perkembangan yang sangat cepat dibidang ekonomi sosial-budaya. Sementara itu, komunitas muslim merupakan komunitas minoritas yang secara umum dianggap salah satu yang paling konservatif dan tradisional dari masyarakat Thai sehubungan dengan lingkungannya yang sedang mengalami perubahan. Untuk itu religio  kultural merupakan identitas yang paling penting dalam jaringan hubungan umat islam dan budha di Thailand. Karena perkembangan dan dinamisasi masyarakat muslim Thailand banyak diwarnai oleh masalah tersebut.
Islam sebagai agama minoritas banyak mendapat tekanan dari pemerintah dan masyarakat secara mayoritas beragama Buddha sebanyak 70 %. Jumlah penduduk muslim sebanyak 6.326.732 (12 % persen dari total penduduk Thailand ) jiwa, yang berdomisili di Pattani, Yala, Narathiwat, Satun, Songkhla sebesar 80 % di wilayah ini.
Faktor lain yang menyebabkan pemercepat konflik adalah karena di bunuhnya seorang tokoh ulama di Pattani yang bernama Haji Sulong, beliau adalah salah satu pelopor perjuangan muslim patani untuk mendaptkan kemerdekaannya melalui jalur separatisme.
Haji Sulong lahir 1895 Pada 3 April 1947. Golongan patani Raya yang dipimpin oleh haji Sulong mengajukan undang2 undang ototomi untuk Pattani kepada Pemerintah Thai. Namun pemerintah Thai tidak bersedia merundingkan perosaalan daerah otonom. Pemenuhan tuntutan golongan Melayu Muslim dikhawatirkan akan memunculkan tuntutan serupa di berbagai minoritas etnik di Thailand. Keengganan pihak pemerintah untuk berunding menimbulkan haji Sulong adan para pendukungnya melakukan tekanan yang lebih besar dengan cara mengancam dan memboikot pemilihan umum yang direncanakan akan dilakukan pada akhir Jamuari 1948. Haji sulong daan rekan-rekannya ditangkap pada 16 januari 1948 dengan tujuan sedang mempersiapkan dan berkonplot untuk merubah pemerintahan kerajaan yang tradisional, serta mengancam kedaulatan dan keamanan nasional. Haji sulong dipenjarakan selama 4 tahun, setelah keluar dari tahanan penjara dia mengajar di berbagai pengajian dan medrasad dipattani selama 2 tahun. Seltelah itu Ketua penyiasat polisi Thai mengundang haji SUlong bersama 3 kawan nya untuk datang di kantor di Senggro (Songkhlaa). Setelah pertemuan itu haji Sulong dan kawannya tidak kembali dan tidak diketahui keberadaannya. Diketahui Haji Sulong telah ditanggkap kembali tanpa Undang undang setelah mereka mendandatangani berkas kepulangan ke Patani kemudian di bunuh dan di buang ke pulau Tikus atau Samila Beach. Sejak pembuhuhan yang terjadi kepada haji Sulong, perjuangan diteruskan kepda generasi mudha patani, dan mulai muncullah semangan untuk pembebasan patani yang ditandai dengan muncul2nya organisasi pembebasan patani.

Trigger
Sejak kekalahan yang dialami oleh kerajaan Pattani yang ditandai dengan penggabungan Pattani kedalam wilayah Thailand, orang-orang muslim menyebar ke seluruh provinsi di Thailand termasuk Bangkok. Akibat menyebaran ini terjadilah percampuran antara orang-orang muslim dengan etnis Thai asli. Asimilasi kebudayaan atau percampuran budaya dan etnik inilah, kemudian mulai memunculkan permasalahan yang menjadikan pemicu konflik. Apalagi Islam yang memiliki posisi sebagai agama yang minoritas mendapatan bergagai macam tekanan diri pemerintah dan masyarakat setempat yang mayoritas adalah dengan agama Budha. Sedangkan orang melayu adalah etnik mayoritas dikalangan muslim, etnis yang lainnya adalah haw, jawa, sam-sam, bawean, pathan, punjab, tamil, bengali, islam dan lainnya. Sebenarnya masyarakat muslim melayu di Thailand kuat secara politik karena mereka berdekatan dengan Malaysia dan tetap memiliki budaya melayu, namun kembali lagi apabila dibandingan dengan masyarakat Thailand sendiri muslim tetaplah menyadi masyarakat kelas dua atau minoritas
Pemerintah membuat kebijakan yang peo Budha, dimana semua unsur agama buda dimasukan dalam sendi-sebdi kehidupan, seperti dalam kurikulum pendidikan, pekerjaan dll. Masyarakat muslim mendapat diskriminasi. Kebijakan Siamisasi ini menurut hemat penulis menyebankan munculnya gerakan pembebasan untuk mencapai kemerdekaan Pattani, yang kemudian memicu konflik semakin pelik. Organisasi-organisasi pembebasan tersebut  tersebut antara lain :
1.      Barisan Revolusi Nasional
Ustad Haji Abdul Karim Hassan, seorang guru di distrik Ruso Narathiwat adalah seorang pendiri gerakan Barisan Revolusi Nasional pada tahun 1960-an. Gagasannya adalah revolusi sistem pendidikan pemerintah karena ia merasa kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang memaksa pendidikan agama Budha dan bahasa Thai kepada komunitas Muslim sangat dirasa menciderai nilai nilai penghormatan terhadap agama lain yaitu Islam.
Gerakan BRN lebih kepada organisasi politik, dimana mereka masuk melalui sekolah sekolah agama daripada kegiatan grilya. Tatapi BRN juga memiliki kekuatan militer dengan kekuatan 150-300 orang dibawah pimpinan Jehku Baku. Pusat kekuatan mereka berada di distrik-distrik barat Songkhla. BRN mencoba menjembatani ideologi komunis dan sosialis yang mereka tunjukan dengan menjalin hubungan erat dengan partai komunis dari Malaysia dan Tahiland. Tetapi upaya penyatuan sosialisme, islamisme dan nasionalisme tersebut membuat organisasi ini sangat rentan dengan perpecahan fraksi. Saat ini pejuang BRN masih diperhitungkan oleh militer Thailand karena mereka masih memiliki kuatan militer yang sewaktu waktu dapat kembali membuat kekacauan di Thailand.

2.      Pattani United Liberation Organization (PULO)
PULO muncul sebagai organisasi islam terbesar di Thailand. Semenjak pertama kali berdiri pada tahun 1968. PULO bertujuan untuk mendirikan negara islam yang independen, PULO bersifat etnis nasionalis daripada islam. PULO didirikan di India oelh Tengku Bira Kotanila. Ia menyelesaikan studi ilmu politik di India. Bira merasa tidak puas dengan gerakan perlawanan Melayu yang tidak efektif. Di  PULO ia mengajak para aktivis muda Thailand untuk ikut ambil bagian dalam pembebasan Pattani. Rata-rata dari mereka adalah lulusan luar negeri. PULO menjalankan dua pendekatan yaitu militer dan poltik, mereka berkomitmen untuk meningkatkan tingkat pendidikan dan kesadaran politik khususnya bagi komunitas muslim Thailand selatan.
Dalam hubungan internasional PULO memiliki hubungan dengan negara negara timur tengah seperti Suriah, Lebanon dll. Mereka memiliki kamp pelatihan bagi anggota dan melatih skill kemiliteran di luar negeri. Komandan militer Sama ae Thanam menerima pelatihan militer di timur tengah. Diperkirakan kekuatan PULO sekitar 200-600 pejuang tetapi mereka mengklaim memiliki 20.000 pejuang.

PROSES PERDAMAIAN
  1. Dialog Damai Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand
Kesepakatan dialog dan pembicaraan awal antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand telah disepakati dan ditandatangani di Kualalumpur Malaysia pada 28 Februari 2013 lalu yang melibatkan Pemerintah Thailand dan Muslim Pattani. Kesepakatan untuk pembicaraan awal tersebut bagi perdamaian melalui meja perundingan disepakati kedua belah pihak yang disaksikan oleh PM Malaysia Najib Tun Razak dan PM Thailand Yingluck Shinawatra. Dokumen kesepakatan awal pembicaraan damai tersebut akan menjadi dasar bagi apa yang disebut sebagai proses dialog untuk perdamaian di wilayah provinsi-provinsi Thailand Selatan.
Dalam penandatanganan dialog antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand, pihak Muslim Pattani diwakili Hassan Taib, Wakil Senior Barisan Revolusi Nasional (BRN), sedangkan dari pihak Thailand diwakili Sekretaris Jendral Dewan Keamanan Nasional Thailand, Letnan Jenderal Paradorn Pattanathabutr. Hassan Taib oleh International Crisis Group merupakan tokoh berpengaruh dalam Muslim Pattani yang berdomisili di Malaysia. Kesepakatan awal untuk membicarakan perdamaian di Thailand Selatan ini merupakan suatu langkah yang bersejarah khususnya bagi Muslim Pattani.
Selama ini pemerintah Thailand di Bangkok tidak mengakui adanya pemberontakan-pemberontakan pejuang Muslim Pattani yang bermarkas di wilayah Thailand Selatan. Dengan adanya pembicaraan awal dan kesepakatan untuk melakukan dialog baik dari Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand membuktikan, Muslim Pattani diakui sebagai oposisi bersenjata dan pengakuan resmi dari Pemerintah Thailand di Bangkok. Thailand memiliki populasi muslim sekitar 9,5 juta dan umumnya tinggal di perdesaan. Muslim Pattani umumnya berdomisili di provinsi yaitu Pattani, Yala dan Narathiwat yang berbatasan dengan Kelantan, Perlis dan Kedah di Utara Malaysia. Ketiga provinsi tersebut merupakan provinsi yang mayoritasnya beragama Islam dan beretnis Melayu sama halnya dengan Malaysia. Sebelumnya ketiga Provinsi tersebut merupakan wilayah Kesultanan Islam yang kemudiannya diambil alih oleh Kerajaan Siam diawal abad ke-20.
Ada banyak faksi-faksi di Thailand Selatan sebagai usaha perjuangan dari Otonomi Khusus hingga menginginkan Kemerdekaan dari Pemerintah Thailand. Selain BRN yang menandatangai persetujuan pembicaraan dengan pihak Pemerintah Thailand juga ada Kubu Pembebasan Bersatu Pattani (PULO), Barisan Pembebasan Islam Pattani dan Gerakan Mujahideen Islam Pattani. Barisan Revolusi Nasional (BRN) merupakan induk dari Kubu Revolusioner Bangsa Melayu Pattani yang didirikan pada tahun 1960-an yang awal perjuangannya adalah otonomi khusus di wilayah Thailand Selatan. Akibat diskriminasi dan tidak adanya pembangunan yang merata di wilayah Thailand Selatan menjadi dasar perjuangan Muslim Pattani untuk melakukan tekanan yang ujung-ujung mengangkat senjata sebagai akibat ketidakpedulian pemerintah Thailand di Bangkok terhadap wilayah di Thailand Selatan.
Dalam perjuangannya, Muslim Pattani menerapkan strategi perang gerilya. Kondisi alam dan hutan yang luas disepanjang perbatasan Thailand Selatan dan Utara Malaysia memungkinkan untuk perang secara gerilya melawan militer Thailand. Perjuangan Muslim Pattani masih sendiri-sendiri disebabkan belum bersatunya faksi-faksi dalam tubuh Muslim Pattani. Taktik gerilya dan strategi hit and run merupakan perjuangan Muslim Pattani berhadapan dengan militer Thailand. Persenjataan yang dimiliki oleh Muslim Pattani umumnya merupakan rampasan dari senjata militer Thailand. Perjuangan yang sendiri-sendiri salah satu kelemahan yang ada pada Muslim Pattani.

  1. Malaysia sebagai Fasilitator
Malaysia yang menjadi tuan rumah dalam kesepakatan awal pembicaraan dialog nantinya berharap kesepakatan damai tersebut dapat terlaksana dengan baik. Kesepakatan pembicaraan awal perdamaian antara pemerintah Thailand dan Muslim Pattani diharapkan akan menghasilkan kesepakatan menuju perdamaian yang diharapkan kedua belah pihak. Penandatanganan kesepakatan awal tersebut adalah sebagai tahap awal dari sebuah proses yang panjang dan memerlukan waktu yang cukup panjang pula dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul nantinya.
Pembicaraan awal dalam kerangka perdamaian di antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand merupakan pertemuan pertama kalinya secara formal yang melibatkan pihak ketiga (Malaysia) bagi membicarakan proses perdamaian di wilayah Thailand Selatan yang terus bergojak semenjak tahun 1960-an. Pada tahun 2004 intensitas konflik di wilayah Thailand Selatan semakin meningkat yang mengakibatkan pengerahan militer Thailand di wilayah Thailand Selatan semakin besar. Sebagai fasilitator, Malaysia telah mengambil peran yang sangat strategis dalam upaya membawa kedua belah pihak ke meja perundingan. Pada proses perundingan pada putaran pertama ini akan dibicarakan bagaimana soal kerja sama bisa dilakukan kedua belah pihak yang bersengketa. Sebelumnya pada Oktober 2012 bertempat di Manila, Philipina telah dicapai kesepakatan damai dan memperoleh otonomi khusus bagi Pejuang Muslim Moro (MILF) di Philipina Selatan yang difasilitasi Malaysia.
Atas permintaan resmi Thailand kepada Malaysia untuk dapat berperan sebagai fasilitator dan upaya mempertemukan pihak-pihak yang bertikai. Thailand meminta kepada Malaysia untuk memfasilitasi pembicaraan antara kelompok-kelompok Muslim Pattani yang beroperasi di Thailand maupun di Malaysia. Untuk tahap awal Malaysia berhasil mempertemukan kelompok Muslim Pattani untuk berbicara secara langsung dengan pemerintah Thailand yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada 28 Februari 2013 lalu. Malaysia yang berbatasan langsung dengan Thailand di utara wilayahnya (Kelantan, Perlis dan Kedah) tentu berupaya untuk turut serta dalam mempertemukan pihak-pihak yang bertikai baik Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand. Sebagai negara tetangga, tentu Malaysia akan menjaga hubungan baik dan tidak mengintervensi atas kedaulatan Thailand, yang mana pejuang-pejuang Muslim Pattani sebagian besarnya mendiami wilayah Thailand Selatan dan Malaysia Utara seperti halnya di Kelantan yang wilayahnya sangat dekat dengan Provinsi Pattani.
Sebagai sesama negara anggota ASEAN, Malaysia dan Thailand menginginkan adanya stabilitas politik dan keamanan di wilayah perbatasan di kedua negara tersebut. Wilayah Thailand Selatan dan Utara Malaysia merupakan wilayah basis dari Muslim Pattani yang secara tidak langsung akan juga mengganggu hubungan bilateral kedua negara tersebut jika tidak diselesaikan dengan baik. Seyogyanya kesepakatan perundingan antara Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand yang akan membicarakan proses perdamaian akan menjadi sebuah kesepakatan bersejarah tidak saja bagi Muslim Pattani dan Pemerintah Thailand juga akan memiliki dampak bagi stabilitas ASEAN umumnya.

  1. Pemerintah Thailand Mempelajari Solusi Damai GAM
Bangsa Pattani, dari Thailand Selatan yang mayoritas beragama muslim, datang ke Aceh untuk mempelajari kesuksesan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berdamai dengan Pemerintah Indonesia dan masih bertahan sampai sekarang. Kedatangan tamu dari pemerintah Thailand tersebut diterima Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah, Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar, Ketua DPRA, Hasbi Abdullah, Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, dan sejumlah Kepala SKPA. Misi kunjungan pemerintah Thailand adalah untuk mendalami isi perjanjian damai GAM dengan Pemerintah RI dan UUPA yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan Pemerintah Aceh, pascadamai. Pemerintah Thailand tertarik datang ke Aceh didasari keingin untuk melihat proses perdamaian GAM di Aceh dengan Pemerintah Indonesia yang berjalan cukup baik.

  1. Peran OKI dan ASEAN
Pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Makkah, Arab Saudi, akan membahas minority Muslim yang tinggal di negara-negara nonanggota. Nasib kelompok minority Muslim terkadang sangat memprihatinkan. Sejumlah kasus terjadi pada komunitas Muslim, seperti di etnis Melayu muslim di Thailand selatan dan Filipina selatan. Terakhir, kekerasan dan diskriminasi yang menimpa Muslim Ro hingya di Myanmar. Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal menyatakan isu persatuan negara Muslim diangkat. Dunia Islam dinilainya kini di ambang perpecahan dan mesti ada langkah yang segera ditempuh untuk membangun persatuan, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi setiap negara Muslim. Ia mengatakan, Kerajaan Arab Saudi sudah mengirimkan undangan kepada kepala negaranegara anggota OKI untuk menghadiri pertemuan.
            Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2011 di Jakarta salah satunya membahas kasus yang terjadi di Thailand Selatan merupakan satu dari sekian banyak kasus konflik internal yang menimbulkan jatuhnya korban sipil. ASEAN telah memiliki fondasi yang baik untuk menjalani proses demokrasi, karena sudah terkandung dalam Piagam ASEAN, dan pencapaian itu tergantung pada pemerintah dan masyarakat sipil. Kasus yang terjadi di Thailand Selatan merupakan satu dari sekian banyak kasus konflik internal yang menimbulkan jatuhnya korban sipil. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pembentukan Comunity Keamanan ASEAN belum dapat diharapkan untuk mengakomodasi berbagai konflik yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Negara anggota ASEAN menekankan dukungan penuh terciptanya resolusi damai atas tantangan yang terjadi di Thailand. Resolusi damai bisa tercapai melalui dialog dan penghormatan penuh pada prinsip-prinsip demokrasi dan aturan hukum.



  1. Peran Komunitas/Media Sosial
Peran media alternatif seperti Deep South Watch (DSW) sangat penting untuk memberikan informasi yang detil dan akurat mengenai apa yang terjadi di Pattani. Presentasi mengenai  Deep South Watch (DSW) menunjukkan bagaimana media alternatif ini telah membangun jaringan dari kalangan  media, organisasi masyarakat sipil, maupun akademisi.
Deep South Watch (DSW) berdiri pada bulan september 2006. DSW, yang awalnya disebut Intellectual Deep South Watch (IDSW), merupakan jaringan koordinasi dari berbagai lembaga dan akademisi. Tujuannya untuk menganalisis kekerasan di Thailand Selatan  melalui data dan analisis  yang rasional dan jernih. DSW juga bertujuan menempatkan situasi konflik di Thailand selatan ke ranah publik yang lebih luas agar masyarakat ikut mengamati dan memahami situasi yang terus mengalami perubahan. Melalui jaringan kerjasama dengan jaringannya, DSW membangun basis data untuk mengamati situasi Thailand selatan yang sangat dinamis. Dalam prosesnya, basis data ini akan dikembangkan menjadi pusat sumber pengetahuan dan penelitian mengenai kebijakan di Thailand Selatan yang bisa digunakan oleh jurnalis dan akademisi. Di tingkat elit pemerintah, DSW menerbitkan Deep South Bookzines yang disebarkan di lingkaran militer dan pemerintah untuk mendorong kebijakan yang lebih reformis kepada Thailand Selatan sebagai lawan dari pendekatan militeristik.

ANALISA KONFLIK
            Berdasarkan pembahasan diatas terkait eskalasi konflik Patani dan proses perdamaian, Penulis menilai elemen-elemen yang berperan dalam proses perdamaian terbilang sudah lengkap karena hampir semua aspek terlibat dan ikut serta menyelesaikan konflik Patani lewat jalan damai, tetapi rupanya keterlibatan mereka semua tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, karena konflik Patani sendiri masih berlangsung hingga sekarang. Dengan kata lain, konflik ini belum menemui titik terang, dan terkesan mengalami stagnansi dalam proses damai yang dijalankan baik dari kubu pemerintah dan umat muslim melayu Patani sendiri. Adapun tawaran resolusi konflik dari Penulis yang kiranya bisa menjadi solusi alternatif atau sekedar jadi bahan diskusi adalah sebagai berikut:
Menurut analisa Penulis, Penulis mencoba mengadopsi resolusi konflik zaman Rasul yakni teknologi rekonsiliasi Piagam Madinah. Dengan pertimbangan bahwa konflik Patani hampir mirip dengan konflik zaman Rasul antara Islam, Yahudi dan Nasrani. Yang sama-sama setting konfliknya adalah permasalahan primordialisme atau identitas keagamaan. Sedikit yang membedakan jika melihat yang terjadi terhadap konflik Patani, dimana umat Islam lah yang merasa takut tertindas dan terpinggirkan oleh pemerintah Siam (Thailand) dari kekuatan Buddhisme, sedangkan dalam konflik zaman rasul tersebut, non-Islam lah yang takut ditindas, dalam hal ini umat nasrani dan yahudi. Yang ketika itu merasa takut diperlakukan tidak adil karena kemenangan terbesar jatuh pada umat Muslim. Baik konflik Patani dan konflik ketika zaman Rasul dulu memiliki kesamaan tuntutan dalam segi jaminan keadilan bagi mereka yang merasa tertindas. Apabila rekonsiliasi ala Rasul seperti Piagam Madinah ini dilakukan ataupun diterapkan dalam konflik Patani maka Penulis sangat menekankan dalam proses rekonsiliasi harus mengedepankan two-ways communication dan non-blaming. Ini dimaksudkan ketika terjadi proses rekonsiliasi ataupun dengar pendapat dari kedua kubu maka keduanya mampu saling mendengarkan satu sama lain, dan tidak lagi memperdebatkan kubu mana yang salah dan benar. Karena Penulis meyakini apabila kedua kubu sama-sama memiliki sikap untuk meredam emosi masing-masing maka mengerucutnya masalah sangat mudah didapat. Karena kebutuhan konflik Patani ini adalah sebuah pengakuan bahwa Islam menjadi agama yang diakui, dan tidak dibedakan dalam segala aktivitas kehidupan, maka teknologi resolusi konflik Rasul sangat dimungkinkan diadopsi, yakni Teknologi Rekonsiliasi melalui Piagam Madinah. Tetapi Penulis sekali lagi memberikan asumsi saja, terlepas bagaiman model rekonsiliasinya, karena bisa saja disebut Piagam Patani ataupun yang lainnya. Untuk menerapkan sistem seperti ini maka sangat dibutuhkan pihak penengah yang posisinya netral. Karena pada konflik zaman rasul dulu, sosok Rasulullah lah yang menjadi penengah. Penulis sangat berharap bahwa negara lain ataupun organisasi tertentu memiliki peluang besar menjadi penengah untuk memobilisasi sebuah rekonsiliasi antara pemerintah Thailand dan Patani.
Menurut analisa Penulis, alasan yang melatarbelakangi mengapa hingga sekarang Pemerintah Thailand sulit menyelesaikan konflik Patani adalah ketakutan pemerintah Thailand karena beberapa hal. Penulis berasumasi bahwa ketakutan pemerintah Thailand dalam konflik ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Terulangnya dominasi Kerajaan Patani dahulu.
b.      Timbulnya kekhawatiran akan tergoyahkan eksistensinya Buddhisme.
c.       Timbulnya kekhawatiran pemerintah Thailand akan pemasukan anggaran negara.
d.      Ketakutan militer Thailand dengan konsep “Jihad” yang dianut tentara Patani.
e.       Ketakutan adanya kepentingan terselubung kelompok gerilyawan Patani untuk menguasai otonomi wilayah Thailand Selatan.
Jika rekonsiliasi dengan mengadopsi resolusi konflik Rasul tersebut berhasil dilakukan ataupun diterapkan, Penulis berasumsi bahwa hanya ada keuntungan saja yang diperoleh. Yang pastinya baik pemerintah Thailand dan umat Islam Melayu Patani terakomodir hak-hak dan kewajiban dalam bentuk UU yang disahkan. Yang terpenting pula tidak perlu ada lagi korban sipil yang tewas dan terancam kehidupannya karena konflik primordial ini. Maka dengan adanya rekonsiliasi antara pemerintah Thailand dan umat Islam Patani menghasilkan win-win solution.
            Kondisi umat muslim melayu Patani saat ini setelah dan masih menjalani proses perdamaian bahwa umat muslim melayu Patani masih bagian integral dari keseluruhan pemerintahan Thaialnd. Walaupun dari awal konflik muncul hingga sekarang, kehidupan umat muslim melayu Patani mengalami perbaikan dan peningkatan diberbagai bidang, tetapi tetap saja mereka hidup dalam tekanan dan perlakuan diskriminatif.






KESIMPULAN
Ada beberapa hal yang bisa kita lihat di dalam konflik partai Patani ini. Faktor dari dalam  kelompok Islam di Patani yang cenderung Fundamentalis. Menurut kami, ini adalah faktor lanjutan sebagai respon setelah sebelumnya pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang tidak adil bagi kelompok Islam Patani. Diantara kebijakannya adalah di bidang ekonom yang tidak merata, Kemudian kebijakan Politik dengan program Thailandnisasi terhadap Kelompok Islam Patani. Hal tersebut adalah ancaman bagi identitas masyarakat Islam Patani yang sejak lama menganut Islam.
Proses perdamaian di Thailand saat ini sangat bergantung pada pihak pemerintah Thailand. Pemerintah harus bisa bertindak adil dan mengakomodir tuntutan dari kelompok Islam Patani. Dengan catatan rekonsiliasi yang dilakukan nantinya tidak memihak manapun, Pemerintah harus memandang bahwa kelompok Islam Patani adalah sama dengan kelompok- kelompok yang lain. Sehingga visi yang mereka miliki adalah integrasi Thailand yang lebih damai.
Konflik Patani adalah masalah politik internal, walaupun begitu dalam penyelesaiannya sangat diperlukan bantuan dari luar sebagai penengah. Walaupun ASEAN menerapkan prinsip Non-intervensi atas sesama negara ASEAN, namun Indonesia bisa masuk dengan cara diplomasi kebudayaan seperti yang dilakukan dalam kasus Rohingya.









Daftar Pustaka

Dr. H.Saifullah, SA, MA, “Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
PDF Skripsi Perjuangan Politik Haji Sulong di Pattani (194701954) oleh Wira Tahe, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 diakses 19 juni 2014
http://kombinasi.net/konflik-thailand-selatan-dan-peran-media-komunitas/ (diakses 24 juni 2014)








[1] Dalam Brown 1988: 55-67.
[2] Dikutip dari Ibid. hlm 20 dan 21, Sejarah Kebudayaan Islam di Asia Tenggara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar