Tak perlu
dipertanyakan lagi bahwa hegemoni politik internasional pasca Perang Dingin (Cold War), Amerika Serikat keluar
menjadi pemenang dengan kata lain sebagai negara adikuasa didunia. Dibalik terjangan
kekuasaan (power) Amerika Serikat
didunia, tidak dapat dipungkiri sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan (decisions making) pemimpinnya hingga
sekarang. Walaupun beberapa tahun terakhir, tepatnya tahun 2008, AS mengalami krisis
keuangan global (crisis financial) yang
dampaknya dirasakan hampir seluruh negara Eropa dan Asia, tetapi kebangkitan AS
tak perlu waktu lama. Barack Obama yang berasal dari Partai Demokrat menjadi
presiden AS untuk kedua kalinya ini, cukup cepat mengambil langkah-langkah
konkret untuk pemulihan ekonomi AS. Kita kembali sejenak pada masa AS dipimpin oleh
George Walker Bush, Presiden AS ke-43 dari Partai Republik ini dapat dikatakan
kontroversial karena isu sentralnya yakni “Perang Melawan Terorisme” dan
“Perang Irak”. Demokratisasi menjadi hal penting dalam politik luar negeri George
W. Bush setelah peristiwa WTC 11
September 2001 yang menewaskan banyak warga sipil. Baik George W. Bush dan
Barack Obama, tentu memiliki perbedaan yang secara eksplisit ataupun implisit
terkait gaya kepemimpinan dalam kebijakan luar negeri yang diterapkan pada masa
pemerintahan masing-masing. Sehingga tidak ada salahnya, jika Penulis tertarik
menjelaskan perbedaan kedua penakluk AS ini.
Faktor kepemimpinan menjadi hal penting untuk menentukan
kearah mana sebuah negara akan mengukuhkan posisinya. Termasuk AS, sebagai
negara besar dan maju banyak persoalan baik dalam dan luar negeri yang
penyelesaiannya sangat bergantung pada sosok pemimpin. Dan setiap pemimpin
memiliki perbedaan dalam memimpin sebuah negara. George W. Bush sebagai Presiden
AS tahun 2000-2008 dan Barack Obama sebagai Presiden AS tahun 2008-sekarang
memiliki perbedaan-perbedaan dalam mengambil keputusan terkait kebijakan luar
negeri masing-masing. George Walker Bush (Partai Republik) dan Barack Obama
(Partai Demokrat), kedua pemimpin ini menjadikan negara-negara Islam sebagai
obyek kebijakan luar negeri dan terdapat perbedaan dominan dari pola kebijakan
luar negeri yang dijalankannya, Bush cenderung hard diplomacy, sedangkan Obama
cenderung soft diplomacy.
Bush sebagai aktor rasional kemudian berupaya
menjalankan kebijakan secara nyata melalui tindakan-tindakan “hard diplomacy”
yang ditujukan sebagai strategi dalam mencapai stabilitas keamanan dalam
negeri, regional (kewilayahan) dan internasional. Bentuk hard diplomacy yang
dijalankan George W. Bush diwujudkan melalui invasi ke Irak dan Afghanistan
tahun 2003. Realisasi soft diplomacy yang dijalankan Obama antara lain melalui
pelibatan aktor-aktor non-pemerintah, pendekatan-pendekatan yang bersifat
normatif, kunjungan kenegaraan dan forum-forum pembicaraan terhadap negara-negara
Islam yang semakin intensif dan lain-lainnya. Barack Obama menanggapi
partisipasinya dalam invasi ke Irak dan Afghanistan tahun 2003 juga menjalankan
pendekatan-pendekatan secara komprehensif dan proporsional.[1] Bush
juga mengubah secara radikal kebijakan dalam negerinya. Ia membangun birokrasi
baru yang besar, yakni The Department of Homeland Security. Kekuasaan
pemerintahan federal juga tampak di bidang pendidikan dan memperluas peranan
Kejaksaan Agung untuk menangkap warga yang dituduh sebagai teroris. Perubahan
kebijakan ini makin meningkatkan kesetiaan kepada partai dan menambah banyaknya
opini yang ekstrem. Yang termarginalkan adalah kelompok liberal sentris.[2] Namun
ada sisi lain dari Obama yang tidak dimiliki oleh Bush yakni semakin melunaknya
hubungan bilateral AS-Indonesia, karena Obama kecil dahulu pernah tinggal di
Indonesia sehingga secara tidak langsung menciptakan harmonisasi hubungan kedua
negara. Hal ini juga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi global
Indonesia melalui perdagangan sektor pertambangan, migas dan sektor-sektor
lainnya. Keadaan ini didukung pula oleh
Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi yang mengungkapkan selama
ini kebijakan luar negeri Obama lebih merangkul ke Asia pasifik. “Sehingga
dampak positif bagi Indonesia adalah arah hubungan atau kerjasama dengan
Indonesia akan berlanjut,".[3] Kebijakan luar negeri
Obama mulai bergeser pada posisi bukan lagi militeristik melainkan lebih
mengusung isu-isu yang lebih bersifat multilateralisme. Ini dibuktikan Presiden
Obama mulai membuka hubungan baik pada dunia Muslim, peningkatan kerjasama
ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya. Tidak seperti Bush yang sangat kental
dengan isu-isu militer, senjata dan keamanan.
Namun seorang politikus terkenal di Indonesia Pak Amien Rais
mematahkan adanya perbedaan antara Bush dan Obama. Inilah wawancara Amien Rais
yang dimuat Republika, Rabu (4/5/2011):
“Apa sesungguhnya motif AS di
balik perang atas nama melawan terorisme?”.
“Yang tidak boleh kita lupakan
sesungguhnya perang melawan terorisme hanyalah sebuah dalih dari politik AS
yang bersifat hegemonik, supremasif, dan imperialistik. Dalam hal ini, Presiden
Obama persis sama dengan Bush (Presiden AS sebelumnya, George W Bush-Red). Kita
jangan terkecoh oleh retorika dan mimik body language. Obama yang kadang-kadang memunculkan simpati bagi banyak kalangan.
Saya berbeda dengan banyak kalangan karena buat saya, Obama tidak kurang dan
tidak lebih persis melanjutkan politik luar negeri George Bush , sekalipun
polesan kata-katanya lebih lembut dan mengecoh publik opini dunia”.
Jadi yang
dapat disimpulkan dari penjelasan diatas, bahwa keberadaan sosok pemimpin
sangat mempengaruhi bagaimana sistem pemerintahan suatu negara dilaksanakan,
dengan kata lain, keberhasilan atau kekuatan suatu negara sangat ditentukan
bagaimana pemimpinnya bersikap. AS menjadi contoh negara superpower yang
memiliki beragam gaya kepemimpinan, seperti George W. Bush dengan gaya pemimpin
militeristik dan Barack Obama yang cenderung mulai melakukan
kerjasama-kerjasama lebih bersifat multilateralistik. Pada dasarnya kembali
lagi ke falsafah negara bahwa kekuatan suatu negara berpondasi pada ideologi
bangsa, kesatuan, dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta kehidupan
rakyat yang sejahtera.
[1]
http://repository.upnyk.ac.id/1415/: WIDIYANTO, Hari Agung (2011) PERBANDINGAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA-NEGARA ISLAM PADA MASA
PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA. Other
thesis, UPN "VETERAN" YOGYAKARTA.
[2] Suzie Sri Suparin S.
Sudarman. “Pemerintahan Bush Kedua: ‘Empire of Liberty’”. Diakses dari
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/01/24/KL/mbm.20050124.KL100933.id.html
[3]
http://theglobejournal.com/ekonomi/terpilihnya-obama-dampak-positif-perekonomian-indonesia/index.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar