Selasa, 18 Desember 2018

Killer Robots: Autonomous Weapons

Apa itu Robot Militer?

Disadur dari tulisan Armin Krishnan dalam buku “Killer Robots: Legality and Ethicality of Autonomous Weapons” p. 7-12

 

Kebanyakan orang mengatakan bahwa awal terciptanya robot yang dipergunakan untuk melancarkan serangan terjadi pada akhir tahun 2002 bulan November, pada saat serangan terhadap teroris. Yang mana serangan robot ini dilakukan oleh apa yang disebut denfan Predator UAV (Unmanned Aerial Vehicle) (dalam bahasa Indonesia: Pesawat Tanpa Awak). Robot tersebut dikendalikan oleh manusia dengan menggunakan sebuah remot, yang mana manusia ini juga yang mengontrol on/off-nya misil rudal yang akan ditembakkan. Namun pada kenyataan robot militer (military robots) sudah ada sejak lama diperkirakan sejak PD 1.

Perbedaan yang terlihat jelas hari ini dengan waktu dulu adalah semakin minimnya intervensi manusia dalam mengoperasikan robot, secara teknologi robot hari ini mampu bekerja dengan sedikit bantuan manusia. Pesawat tanpa awak seperti drone adalah salah satu contohnya yang hari ini difungsikan untuk operasi militer di banyak negara.

Dalam tulisannya Gary Chapman menjelaskan bahwa terminologi robot mulai muncul di awal tahun 1920-an, yang dulu diartikan bahwa robot adalah sebuah mesin yang bisa menyerupai perilaku manusia atau hewan. Tujuan dibalik ide robot ini bermula sebagai pekerja buatan (artificial worker) yang mampu menggantikan tugas-tugas berat manusia. Robot juga diartikan sebagai sebuah mesin yang melaksanakan apa yang diperintahkan oleh manusia. Dalam pengertian Ensklipedia, robot adalah “any automatically operated machine that replaces human effort, thought it may not resemble human beings in appearance or perform functions in humanlike manner”.

Saat ini robot di fungsikan untuk kekuatan militer. Robot dalam dunia militer mampu diprogram secara otonom (autonomous weapon).

Negara yang gencar sekali membuat program ini adalah Amerika Serikat (atau dikenal dengan Revolution in Military Affairs/RMA). UAV sudah diuji cobakan Amerika dalam konflik di Kosovo, Afghanistan dan Irak.  Kepemilikan UAV Amerika awalnya yang hanya 50 unit di tahun 2008 sudah mencapai 6.000 unit. Pembangunan robot militer ini di dukung dengan teknologi canggih Amerika dan bagkan Amerika lewat Departemen Pertahanannya (The Departement of Defense) telah menerbitkan sebuah laporan yang disebut “Unmanned Systems Roadmap 2007-2032”.


Sudah ada setidaknya 40 negara diantaranya Inggris, Itali, Perancis, Kanada, Jerman, Swedia, Singapore, Iran, Korea Selatan, Afrika Selatan, dan Israel yang membangun riset-riset senjata robotik. Tidak hanya UAV, sudah berkembang pula seperti Combat Aerial Vehicles (UCAVs) yang mana ini adalah tipe robot otonom yang pengoperasiannya secara mandiri diletakkan pada kinerja si robot. Contonhya: Perusahaan Boeing membanguan robot bernama X-45 UCAV. Robot militer masih terkesan mewah karena uang yang digelontarkan sangatlah banyak. Namun perkembangan robot militer ini berlangsung sangat cepat.

Senin, 17 Desember 2018

Refugees Policy in Sweden

 The migration crisis is a term described as including all displaced and trapped persons who need immediate relocation in the context of a humanitarian crisis. Men, women and children who are citizens of a crisis-affected country are included in the description, so they must move to a more secure country. Likewise with refugees, asylum seekers, stateless persons, tourists, students, diplomats and migrant workers, whether in a country with legal status or not, the situation may be regarded as a migration crisis (Martin, 2014: 12). The influx of immigrants especially refugees forced Sweden to impose tightening of rules, because it was no longer able to accomadate them. Not only for Sweden, but regionally Europe is facing the problem of refugees, the wave of refugees from outside the European region is very large. Even a number of EU member states were forced to suspend the Schengen deal due to the urgent refugee crisis. The goal is that they can enforce border tightening. Sweden is a country in which the policy aims to reduce the influx of refugees into Europe.
The Swedish government began to impose identity control on refugees as an effort to limit the number of refugees entering the country. After 2015, Sweden made the decision to restrictive refugees entering the countries, which is the condition has impact on inadequate accomodation supplies. There is a city in Sweden who have many immigrant live there, Gothenburg, and Gothenburg is famous whre an extremist stayed. The city became the choice of refugees as they did not get cheap housing rents in the city center, there are about 160.000 immigrants living in the city (www.bbc.com). As for the factors shifting Sweden’s attitude towards the influx of refugees are:
1.     Economic Factors
In 1970’s, Sweden’s open refugee policies were formulated, and in this period the unemployment rates was almost zero. The value of equality and solidarity in that moment was easy to be generous. In 21st century, the waves of migrants have also stirred a public sentiment, one that challenges the country's image and core values of tolerance and openness. The problem came to economic growth in the 2008 when it was faced financial crisis, even more worryingly, jobs have become diffucult. Unemployment is now stubbornly stuck above eight percent. Among foreign born Sweden, the rate is twice as large (www.foreignaffairs.com). Although, Sweden has good integrating system for refugees. But, the fact when the large wave of asylum seekers in 2015 directly gave several challenges in the current system of receiving and establishing integration on Sweden society. The main issue is about employment. According to The Economist about 5% Swedish people are jobless, and the immigrant are three time as likely to unemployment. The Migration Policy Institute explained that the problem in employment has increased over time. One of them is lack of available low skilled jobs for immigrant who having low skill. It was causing the high number of jobless immigrant in Sweden (www.migrationpolicy.org).
2.     Security Factors
We can not deny that refugees may create social tensions. The tensions commonly impact on religion, ethnic, social, culture, and political aspect. Sweden who have homogeneous nation facing that tensions, the case is happened when anti-immigrant was torching of refugee shelters. Social tensions in Sweden have increasing when the terrorist attack show up. The head of terrorism research at the Swedish Defense University, Magnus Ranstorp, found out that roughly 12.000 rejected asylum seekers have gone underground, and not returned to their home countries, including 3.000 in the Stockholm region, where terrorist attack occured (www.usnews.com). It will be correlated with the main issue of concerning migration is the admission of refugees, which is Sweden has changed its asylum laws. Refugees who apply asylum seekers can only claim temporary residency rights. Because the anti-refugees was heating up, Social Democrats Sweden make restrictive law. But, the official reason from government is regarding about the high cost on facilitating refugees food and housing (www.theguardian.com). Near the end of 2015, Deputy Prime Minister Asa Romson announced stricter rules allowing the entry of refugees.

3.     Sweden Society’s React to Refugees

Sweden society’s react to refugees might be seen through their choosen on political party. The far-right Sweden Democrats (anti-immigrant party) became more popular in Sweden people which is about 12,9 percent support (www.independent.co.uk). The far-right Sweden Democrats became the ways of Sweden people who not accepting refugees through political approach. But, Morgan Johansson as justice and migration minister said that government not just see the refugees as burdens, but assets for Sweden, the fact that he can not deny is the limits of what government can handle and may have no choice but to tighten its policies in the face of an influx of asylum seekers. The right-wing populist Sweden Democrats is remaining largely political influence. The number of xenophobic demonstrations and extreme right-wing attacks on refugees and refugee centres is heat up entering 2015 (www.boell.de). The effect might be Sweden people will more concerned about violence and xenophobia issues, in this condition government will harder to convince them that social problem will not occuring along the entry of refugees in Sweden. The far-right Swedish Democrat party has called for the country to end its generosity.

Senin, 03 Desember 2018

Tips Mengerjakan Tesis Jurusan HI dengan Cepat Menggunakan Penelitian Lapangan

Tesis adalah karya ilmiah yang dibuat oleh mereka para mahasiswa jenjang S2, sebagai salah satu syarat bisa wisuda, bisa lulus.
Tesis biasanya hanya diminta maksimal 21.000 kata atau sekitar 80-85 halaman.
Yang mana terdiri dari Bab Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, kerangka teori, Bab 2-3 adalah Pembahasan, Bab 4 analisa, lalu Bab 5 kesimpulan.
Untuk tesis jurusan Hubungan Internasional, biasanya ada juga yang hanya terdiri 4 bab saja.
Khususnya dalam pembuatan tesis, mahasiswa biasanya memilih untuk membuat tesis cukup dengan studi literatur atau kepustakaan. Namun ada juga yang memilih untuk studi lapangan, mengambil data-data dengan wawancara langsung ke lokasi penelitian.
Bisa dengan wawancara secara interview-depth, melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun penulis sebelumnya, atau melalui kuisioner dan survei.
Kadang-kadang mahasiswa HI agak enggan menggunakan penelitian lapangan karena alasan waktu penelitian akan lama, menyoal birokrasi yang njelimet, lokasi yang jauh dan butuh biaya lagi, kesulitan mendapatkan data karena tidak tersedia di instansi yang dituju dan seterusnya. Alasan-alasan tersebut juga saya rasakan sebelum akhirnya memutuskan menulis tesis dengan penelitian lapangan.
Takutnya lama, susah dan banyak drama. Hal tersebut wajar dialami oleh mereka yang pengen tesisnya gak cuma studi kepustakaan. Kalau bagi saya pribadi, alasan terkuat saya kenapa memilih terjun mengambil data ke lapangan karena pengen ngerasain wawancara itu gimana, pengen ngerasain langsung menemui narasumber, pengen ngerasain ketemu warga, yang mana hal tersebut gak bisa kita dapatkan jika lewat studi kepustakaan.
Tesis saya mengangkat tema tentang gerakan masyarakat adat dan hak-hak masyarakat adat Suku Anak Dalam Bathin Sembilan di Jambi.
Artinya saya harus pulang kampung. Lokasi penelitian saya ada di Kabupaten Batanghari, yang memakan waktu 4 jam perjalanan darat dari tempat tinggal saya.
Nah ada hal-hal yang perlu kalian perhatikan sebelum memutuskan menggunakan penelitian lapangan buat tesis:
1.     Pastikan tema tesis kalian dan narasumber yang akan di wawancara available atau bisa dijangkau, baik secara jarak maupun biaya.
2.     Diskusikan dengan dosen pembimbing terkait rumusan masalah yang kemudian dijadikan pertanyaan-pertanyaan wawancara nantinya.
3.     Berdasarkan pengalaman saya, sangat penting melakukan pra-penelitian. Misalnya kalian bisa menelepon dahulu, atau tanya-tanya via sms/whatshapp dan email. Jika dimungkinkan meminta bantuan saudara atau teman di lokasi penelitian tersebut.
4.     Jika semua sudah beres, perhatikan surat menyurat yang harus dibawa pas kita mau penelitian. Surat permohonan dari kampus yang tertera instansi yang dituju, proposal tesis kita, dan ada baiknya kalian menyimpan soft file surat-menyuratnya. Sehingga jika mendadak perlu surat tambahan kalian bisa print sendiri. Pengalaman saya dulu, saya sengaja meminta soft file suratnya kepada sekretaris prodi, mempertimbangkan lokasi penelitian saya di Jambi, gak mungkin bolak balik jogja-jambi hanya karena ngurus surat.
5.     Tips lainnya adalah ketika kita studi lapangan dan meminta data-data, maka pastikan data tersebut tersedia ke pihak instansi. Tidak menjadi soal ketika kalian meminta data-data yang kemungkinan tidak bersinggungan dengan tesis kita. Kumpulkan data selengkap mungkin.
6.     Mempersiapkan hal-hal teknis, seperti recorder, kalau saya dulu cukup pake hp aja. Sediakan buku untuk corat-coret.

Hal yang sangat perlu dipersiapkan dengan matang adalah berapa hari kalian akan melakukan studi lapangan. Saya mengalokasikan waktu sekitar seminggu. Pra penelitian sudah saya lakukan sejak awal Mei 2016 hingga terjun ke lapangan di bulan Juli 2016. Tesis dikerjakan dalam waktu 3 bulan dengan data-data primer dan studi kepustakaan yang sudah di peroleh. November pengajuan sidang tesis, Desember sidang tesis, Januari 2017 wisuda. Saya hanya bimbingan sebanyak 7 kali, dan yang paling lama di Bab 1, karena saya harus mengganti kerangka teori. Dosen pembimbing saya Prof. Mochtar Masoed. Beliau dosen pembimbing yang sangat humble, humoris, dan tegas, satu lagi sangat disiplin waktu.

Tesis dengan data primer dari wawancara memang perlu saya sampaikan rada capek.
Karena kita akan merekam proses wawancara, lalu kita akan mengulang kembali untuk diketik. Ini dimaksudkan agar kita bisa mengolah data hasil wawancara tadi dari yang umum, kita pilih menjadi data-data yang hanya kita perlukan. Apalagi saya yang mewawancarai sekitar 7 orang. Jadi agak memakan waktu.
Berdasarkan pengalaman saya, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di lapangan ketika kita penelitian sehingga sangat penting kita ditemani saudara atau teman kita, jangan seorang diri. Apalagi kalau perempuan.
Untuk masalah perijinan, alhamdulillah selama penelitian lancar dan tidak ada kendali berarti. Paling kendalanya hanya kita diribetkan dengan fotokopi sana sini, dan menunggu narasumbernya datang.

Semoga pengalaman yang saya share bisa bermanfaat.
Semoga tesis kalian cepet kelar.
Tesis yang baik adalah tesis yang selesai itu kata Dosenku Pak Rizal Panggabean.


Sabtu, 03 November 2018

Pengalaman Membuat SIM A dan Lolos Ujian Teori di Yogyakarta (Polres Sleman)

Hai semua! :)
Kali ini aku pengen ceritakan pengalaman buat SIM A.
Buat SIM A di Polres Sleman, yang ada di Jalan Magelang.
Saya dijadwalkan untuk foto pada hari Sabtu.
Wah mungkin karena weekend ya jadi ramenya puooolll.
Luar biasaaa. Sampe sana pukul 9 pagi.
Menunggu sekitar 30 menitan hingga akhirnya namaku dipanggil.
Kita akan diminta cap jari terus tanda tangan, dan foto kita diambil.
Pak polisinya juga ramah abis sih, beliau kembali mengkonfirmasi dari nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan sebagainya. Ini dimaksudkan supaya tidak terjadi kesalahan ketika SIM dicetak.
Lanjuuut,
setelah itu aku menuju ke ruang ujian teori.
Nah disini antri lagi dong.
Luar biasaa rame sih emang. Nah di tempat ujian teori ini kita di suruh nulis presensi gitu.
Nama, alamat, dan tanda tangan.
Then kita menunggu dan pasang telinga banget, jangan sampe petugas manggil nama kita, eh gak kedengaran. Maklum ya petugasnya pake suara alamiah nan manjaaah sih, nda pake pengeras suara.
Wah disini aku lumayan agak lama nunggunya.
Mana gak ada kursi, karena full. Jadilah berdiri.
Sembari menunggu, aku baca-baca di internet contoh soal-soal ujian teori SIM A.
Banyak banget tersedia gratis kok. Sangat membantu.
Ini beberapa link yang aku akses:
http://asze25.blogspot.com
http://jogja.tribunnews.com/2016/02/27/pertanyaan-ujian-teori-sim-coba-tes-seberapa-jauh-pengetahuanmu?page=2

Namaku pun dipanggil petugas. Masuk. Duduk. Pertama kita akan masukkan nomor registrasi untuk log in. Setelah itu akan muncul tampilan biodata kita, lalu pilih lanjut.
Nah sebelum masuk ke pertanyaannya, kita diminta jawab pertanyaan survei pelayanan gitu. Baik apa enggak. Ya gitu laah.
Semua soal ada 30, dengan waktu per soal adalah 15 detik.
Multiple choice a, b, dan c.
Soalnya gampang kok. Ada pertanyaan kayak "gimana sih sikap kamu kalau temen kamu nunjukin video di saat nyetir" terus ada juga pertanyaan "apa yang dilakukan saat hujan deras dan kondisi jalan penerangannya kurang?". Pertanyaan nalar lain juga kayak "gimana sih langkah yang kita lakukan kalau ada orang yang lagi nyebrang jalan?"
Yang aku ingat juga pertanyaan tentang marka jalan, "kayak apa arti dari dua garis putih", terus ada juga pertanyaan "kapan sih kita hidupkan klakson dan kedap kedipkan lampu jauh".
Yeaaayy! Gue lulus dong. Dengan total benar 26.

"Selamat mbak Anda Lulus".
"Silahkan menuju loket 5 untuk pengambilan SIM", terang Petugasnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang.
Dan antrian pengambilan SIM itu sumpaaaah luar biasa banyak manusia.
Aku nunggu lagi dong ya, ya hampir sejam.
Tapi namaku belum dipanggil juga.
Perut keroncongan, bayangin aja belum makan dari pagi (baiknya temen-temen makan dulu lah sebelum bikin SIM).
Alhasil aku ke kantin dulu, untung ada kantin disanaa.
Cusss.
Perut sudah terisi, balik lagi ke loket 5.
Sekitar 15 menitanlah nunggu, finally namaku dipanggil juga.

Petugasnya sih rame. "Mbak Tiffany". "Ini Bu Dosen", "Kepanasan ya mbak?"
Ya begitulah. Selalu saja profesiku dan muka gue gak sebanding. Huhu.
Ya kali pak, kayaknya Polres Sleman harus rombak abis bangunan pelayanan SIM-nya, gilaaak manusianya banyak, kursi gak cukup, ruangan pas-pasan. Panas pulaa. Hahaaa.
But anyway, akhirnya jadi juga SIM A sayaaa.
Itulah ceritaku bikin SIM A di Polres Sleman, DIY.